Selasa, 24 November 2009

Kisi Kisi Beternak Bebek

Written by Indosiar.com, Tuesday, 10 March 2009 11:29

indosiar.com, Brebes - Ini merupakan sentra peternakan itik atau masyarakat disini biasa menyebutnya bebek. Lokasinya di Desa Pakijangan, Kecamatan Bula Kamba, Brebes, Jawa Tengah. Di tempat ini puluhan ribu bebek dipelihara warga setempat, baik untuk diambil dagingnya, maupun dimanfaatkan telurnya menjadi telur asin.

Brebes memang dikenal sebagai pusat penghasil telur asin. Sehingga telur asin menjadi oleh - oleh bagi mereka yang berkunjung ke Brebes. Lokasi peternakan bebek dapat dicapai selama setengah jam perjalanan dari kota Brebes, Jawa Tengah, dengan mengambil arah ke barat, menelusuri jalur Pantura. Sepanjang perjalanan tampak areal persawahan hingga tiba di lokasi.

Desa Pakijangan merupakan pusat peternakan bebek. Didesa ini sedikitnya terdapat dua ratus peternak, dengan puluhan ribu ekor bebek peliharaan. Karena itu bila datang ke desa ini, banyak dijumpai gerombolan bebek yang sedang mencari makan. Melihat begitu banyak bebek berkeliaran, saya jadi tertarik ikut menggiring bebek.

Wah, ternyata asyik juga menggiring bebek. Bila diperhatikan, bebek ini lebih tertib dari pada manusia. Bila berjalan beriringan dengan rapi. Tidak ada yang keluar dari rombongan. Setelah puas menggiring bebek, saya kini ingin menemui pemiliknya. Bebek - bebek ini milik petani yang tergabung dalam kelompok tani ternak itik adem ayem, pimpinan Atmo Suwito.

Beternak bebek tidak sulit, karena hewan ini termasuk kategori penurut. Apalagi bila lokasi peternakannya berada ditepi sungai. Pakan bebekpun mudah didapat. Cukup diberi dedak dengan dicampur hijau - hijauan dan protein ikan.

Pada usia satu setengah bulan seperti ini, anak bebek sangat doyan makan. Karena masih dalam masa pertumbuhan. Bebek mulai bertelur setelah berusia 6 bulan. Masa produktifnya berlangsung hingga berusia dua tahun.

Beternak bebek termasuk menguntungkan. Jika memelihara seribu ekor bebek, setiap harinya dapat diperoleh sekitar tujuh ratus butir telur. Dengan harga telur seribu rupiah per butir, setiap harinya peternak bebek dapat memperoleh pemasukan 700 ribu rupiah.

Selain itu, daging bebek juga banyak diminati. Harga bebek di pasaran, berkisar dua puluh ribu hingga tiga puluh ribu rupiah per ekor. Kebutuhan telur bebek tidak pernah berkurang. Di wilayah Brebes saja setiap tahunnya dibutuhkan sekitar 45 juta butir telur bebek, untuk diolah menjadi telur asin.

Sentra pengolahan telur asin bertebaran di Brebes. Salah satunya milik Pak Udin. Dia telah menekuni usaha pengolahan telor asin sejak dua puluh tahun lalu. Disinilah Pak Udin mengolah telur bebek menjadi telur asin. Prosesnya sederhana. Telur bebek mula -mula disortir berdasarkan kwalitas dan ukurannya. Lalu telur dicuci dan digosok dengan abu.

Setelah bersih, telur dibungkus adonan yang merupakan campuran bata merah, garam dan abu. Telur bebek yang telah dibaluri lalu diperam diruangan khusus selama kurang lebih setengah bulan. Disinilah telur bebek diperam hingga menjadi telur asin.

Setelah diperam, telur bebek kemudian direbus hingga matang. Proses perebusan dilakukan selama enam jam. Setiap kali merebus, minimal seribu butir telur. Telur asin yang telah matang kemudian dibawa ke tempat pemasaran, dikios oleh - oleh yang bertebaran di sepanjang jalur Pantura. Dikios ini dapat dijumpai berbagai macam telur asin. Mulai dari telur asin rebus, hingga telur asin bakar.

Telur asin Brebes memang terkenal enak dimakan. Selain lebih gurih, rasanya juga tidak terlalu asin. Bila ingin lebih awet dapat memilih telur asin baker. Yang bisa bertahan hingga setengah bulan.(Helmi Azahari/Dv/Ijs)

Bebek Peking? Mmm.. Crunchy


Fitraya Ramadhanny - detikNews, Selasa, 14/08/2007 13:16 WIB

Laporan dari Hong Kong
Hong Kong - Bebek Peking adalah makanan oriental yang tersohor. Seperti apa sih rasanya? Jadi penasaran. Untunglah rasa pensaran ini dapat terjawab di Hong Kong. Pada Senin (13/8/2007) malam, kami mendatangi Jin Yuen Restaurant di samping City Garden, North Point Hong Kong. Restoran yang lebih elit dari dari restoran Spicy Crab di Wan Chai.

Kami makan bersama dengan David dan Wiwik Lo, bekas TKW yang kini sukses berbisnis di Hong Kong, serta staf Konjen RI. Dengan pelayan berjas, restoran bernuansa warna merah ini berukuran besar dengan belasan meja, atau meja-meja privat yang dilengkapi telvisi. Kami berdelapan termasuk staf Konjen RI Viktor memilih satu meja agak depan. Seafood memang bukan menu utama di sini, melainkan unggas.

Meski demikian, restoran ini menyediakan banyak pilihan termasuk seafood segar juga. Kami memilih makanan yang bukan seafood, setidaknya seafood yang belum kami coba di Spicy Crab. David dan Wiwik Lo yang memiliki perusahaan jasa paket khusus TKI ini, sepertinya memang hobi makan. 8 Menu pun dipilihkan untuk kami. Kami memesan Peking Duck with Lemon Sauce (bebek panggang), Roasted Pigeon (burung dara bakar), Baked Crispy Chicken (ayam panggang), Steam Prawn (udang rebus), Dried Fried Squid With Chili and Salt (cumi goreng tepung), Garoupa with Pickle Sauce (ikan kerapu), cah kangkung, dan bubur kacang hijau dan kacang merah.

Makan malam dimulai dengan udang rebus segar yang ditemani kecap asin. Udang ini benar-benar hanya direbus tanpa bumbu dan baru mendapat rasa dari kecap asinnya, daging udangnya terasa sangat segar. Kemudian datanglah burung dara bakar yang ternyata dagingnya sangat lembut. "Wah di Indonesia dagingnya liat," ujar kawan wartawan yang memang gemar burung dara. Ayam panggangnya pun bercita rasa sama. Belum kami tuntas dengan burung dara, cumi goreng tepung sudah datang. Kecap dan irisan cabe atau garam, menjadi pilihan bumbu pelengkapnya. Rasanya sungguh renyah. Kalau cah kangkung mirip-miriplah dengan yang biasa kita dapatkan di Indonesia.

Akhinya yang ditunggu-tunggu datang. Pelayan restoran membawa meja dorong dengan bebek panggang tersaji matang. Warna coklat keemasan sungguh mengundang selera. Bebek peking panggang dimakan kulitnya karena renyah. Sang pelayan mengiris kulitnya dengan cekatan dan menyajikannya dengan kulit lumpia basah bertabur wijen. Irisan kulit bebek dioleskan ke saus tiram, ditemani potongan panjang ketimun dan lalu dibungkus kulit lumpia.

Mmmmmm.... maknyussss! Lidah kami pun bergoyang. Bebek yang sudah dikuliti kemudian dipotong-potong, lantas dimasak lagi dengan sup berkuah kaldu dan ditemani sayur bhok coy. Sup panas ini sungguh gurih, apalagi jika Anda memang pencinta sayur kerabat cay sim ini. Menjelang perut kenyang, ternyata masih ada lagi ikan kerapu yang direbus dan disajikan dengan kecap asin. Ikan ini hanya dimasak sesaat agar dagingnya tidak menggumpal. Kerapu di Hong Kong dan banyak makanan laut lain, ternyata diimpor dari Indonesia.

"Kepala dan buntutnya harus dihabiskan, ini kebiasaan di sini," ujar Wiwik Lo memaksa kami mengisi ruang perut yang hampir tidak tersisa. Hidangan penutup pun akhirnya disajikan. Bubur kacang hijau dan kacang merah. Saya pilih kacang merah, karena kacang hijau sudah biasa saya makan. Saya tadi membayangkan kacang merah berukuran besar. Namun ternyata ukurannya seperti kacang hijau, namun warnanya merah dan rasanya sama. Kami pun meninggalkan Jin Yuen Restaurant dengan perut kenyang dan lidah yang dimanjakan. Nikmat renyahnya kulit bebek peking terus terbayang hingga kami kembali ke Causeway Bay.(fay/asy)

Yuk, Makan bebek Peking, Nyam... Nyam!

Odilia Winneke - detikFood, Selasa, 21/07/2009 11:36 WIB

Jakarta - Bebek panggang bisa jadi menu makan siang yang komplet. Tak sekedar dagingnya yang empuk dan kulitnya yang renyah. Tulangnya juga bisa disajikan sebagai sup. Jadi pesan 1 bakal dapat 2-3 makanan. Dijamin kenyang dan puas!

Bebek Peking merupakan bebek panggang yang pertama kali dibuat sekitar 600 tahun silam di Beijing, Cina. Bebek panggang ini khusus disajikan untuk kaisar sebagai sajian istimewa dai koki istana. Kini, bebek panggang ini sudah bisa dinikmati orang di seluruh dunia.


Bukan hanya ukurna bebek yang besar dan gemuk, tetapi tampilannya memang sangat menggiurkan. Kulitnya kecokelatan karena sioles bumbu khusus. Setelah dipanggang dalam oven tanah, bebek 'dimandikan' dengan minyak panas dan digantung. Karena itulah kulitnya snagat renyah dan garing.

Saat memesan bebek panggang di restoran, bisa ½ ekor atau 1 ekor, bebek akan ditampilkan minimal dalam 2 sajian. Yang petama, bebek Peking berupa sayatan tipis daging dan kulit bebek yang disajikan dalam pancake diberi irisan daun bawang, timun dan saus hoisin. Menyantapnya tinggal disuap sekaligus ke dalam mulut.

Sisa daging bisa diolah menjadi bebek lada hitam atau bebek bumbu bawang. Tulang-tulang bebekpun bisa dimanfaatkan untuk sajian sup. Karena proses membuat bebek Peking lama maka harganya lumayan mahal. Tetapi Anda tak perlu khawatir, karena bebek panggang Peking ini paling seru jika disantap beramai-ramai. Nah, segeralh pilih salah satu resto bebek Peking berikut ini!

Cosi Hongkong & Macau Café
fx Lifestyle X'enter lantai 2
Jalan Jendral Sudirman
Jakarta
Telp:021-25554050

Sedap Wangi
Belakang Gloria
Pancoran, Glodok
Jakarta

The Duck King
Plaza Semanggi Lantai 3
Jakarta Pusat
Pondok Indah Mall 2 lt.4
Jakarta Selatan

Eastern Restaurant :
Karawaci Office Park A1, Lippo Karawaci Tangerang
Telpon : 021-5584288 - 5584266
Grand ITC Permata Hijau Kanto Diamon 152
Jakarta Selatan
Telpon : 021-53663838

Super Kitchen Restaurant
Jl. Pecenongan No. 76A
Jakarta Pusat

Oenpao
Jl. Kyai Maja No.19
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Telp: 021-93763911
Jl. Kemang Selatan 102
Jakarta Selatan
Telp: 021-7193989

(dev/Odi)

RESEP MASAKAN PEKING DUCK (BEBEK PEKING)


Bahan:

1. 1 ekor bebek peking
2. 6 siung bawang merah
3. 6 siung bawang putih
4. 2 ruas jahe
5. 2 batang saun bawang
6. ½ ons peka
7. ½ ons goblong
8. 1 ons gula 10 lembar kulit lumpia
9. 1 buah mentimun
10. 2 buah cabai merah
11. Garam secukupnya
12. Vetsin secukupnya
13. Saus ptum
14. Saus hongkong

Cara Membuat Resep Masakan Peking Duck(bebek peking):

1. Racik bebek dengan bumbu khusus dan rempah-rempah.
2. Masukkan semua bahan kedalam perut bebek, kemudian dijahit.
3. Rebus bebek dan siram dengan saus.
4. Panggang sampai matang.
5. Hidangkan panas-panas.


RESEP MASAKAN PEKING DUCK (BEBEK PEKING)

* 1 bebek seberat 1,8 kg
* 1/2 mentimun ukuran sedang
* 4 daun bawang
* Saus
1 kaleng kecil taoco
3 sdm gula
2 sdm minyak

WAKTU: Lama persiapan 15 menit, lama memasak sekitar 2 jam.

CARA MAKAN: Ambil selembar kulit lumpia, olesi dengan saus. Letakkan sedikit mentimun, daun bawang, kulit dan daging bebek, lalu lipat menyerupai lumpia.

Warung Starduck, Hidangkan Bebek Peking Istimewa



Menu Andalan: Bebek Peking Panggang.
Range Harga: Harga mahasiswa
Lokasi: Jl. Ciumbuleuit No.72
Telp: 022 70080872
Jam buka: 10.00 - 22.00 WIB
Halal?: Ya
Deskripsi:

Warung Starduck di jalan Jl. Ciumbuleuit No.72 Bandung walau tempatnya sederhana, semua serba bambu, tetapi hidangan bebeknya benar2 lezat, rasa restoran internasional dengan harga mahasiswa.

Bebek Peking memang salah satu daging pilihan dan menjadi favorit dibanyak tempat. Sebelum diolah menjadi masakan yang lezat, Bebek Peking yang memang dibudi dayakan, disembelih sesuai dengan syariat Islam dan bahan2 yang dipakai disini semuanya HALAL. Kita bisa memilih menu utama :

- Bebek Peking Panggang + Nasi Hainan.
- Bebek Peking Goreng + Nasi Hainan.
- Bebek Peking Bakar + Nasi Hainan.
- Bebek Goreng + Nasi Putih.
- Sate Bebek Peking + Nasi Putih.

Selebihnya masih banyak lagi menu2 lainnya, seperti ; Bakmi Goreng, Nasi Goreng dll yang semuanya serba lezat dan murah. Suguhan Bebek Peking Panggang yang merah dengan Nasi Hainan ditemani dengan semangkuk kuah saya santap dengan nikmat. Kuah terasa sekali kaldunya, daging panggang Bebek Peking nya lezat dan memenuhi selera nusantara. Wow, decak kagum yang bisa saya gambarkan untuk warung ini. Penasaran khan? Cepat2 deh ke Warung Starduck, dijamin anda bakal ketagihan.

Bebek Peking dengan Bumbu Nusantara di Ibis Tamarin


Kamis, 8 Oktober 2009 | 16:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama ini Bebek Peking dikenal dengan kelezatan dan keempukan dagingnya selalu diidentikkan dengan masakan dari China, yang pengolahannya hanya dipanggang. Namun kali ini Hotel Ibis Tamarin Jakarta menyajikan hidangan Bebek Peking dalam bentuk lain yang kental dengan sentuhan khas masakan Nusantara Indonesia.

Hidangan bebek dalam khasanah masakan Nusantara Indonesia juga merupakan hidangan yang banyak dijumpai dalam hidangan masyarakat Indonesia, seperti Gulai Bebek Cabe Hijau yang berasal dari Sumatera Barat atau Padang, Semur Bebek dan Bebek Penyet yang dikenal berasal dari Jawa Tengah atau Jawa Timur.

Nah, kali ini, Executive Chef Hotel Ibis Tamarin, Leonardus, menciptakan suatu kreasi baru di mana bebek yang disajikan dalam menu-menu Nusantara tersebut bukan dari bebek seperti biasanya. Leo menciptakan menu dari Bebek Peking, sehingga hidangan nusantara ini menjadi lebih istimewa.

Menu-menu kreasi baru tersebut terdiri dari Gulai Bebek Peking Cabe Hijau, Semur Bebek Peking Lada Hitam, dan Bebek Peking Penyet dapat dijumpai dan dinikmati di Restoran La Table, Hotel Ibis Tamarin Jakarta, yang berlokasi di Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, selama bulan September dan Oktober 2009 dengan harga Rp. 90.000 ++ / porsi.

"Harga ini sudah termasuk satu paket nasi dan pilihan menu Bebek Peking serta segelas Lemon Tea dingin atau hangat," kata Ibis Network PR Manager Yulia Maria hari Kamis (8/10). Nah, Anda berminat?

Gurihnya Daging Bebek Hasil Selingkuh Dengan Mentok

Khoirunnisa - detikFood, Senin, 22/12/2008 12:04 WIB

Jakarta - Nama : Khoirunnisa
Email : sun4ines[at]yahoo.com
Alamat : Bogor

Semua menu andalan yang ada di rumah makan ini adalah bebek dan entok. Jadi tak salah jika dinamakan rumah makan Bebek Tik Tok. Mau daging bebek yang dibumbui seperti rendang, atau sup bebek yang rasanya lezat dengan semburat rasa pedas dari potongan cabai hijau? Semuanya ada disini!

Hal ini bermula dari ibu saya yang hobi sekali menonton acara di televisi yang memuat wisata kuliner. Biasanya ibu akan mencatat jenis masakan baru, untuk di masak di rumah. Supaya orang rumah nggak bosen dengan masakan yang itu-itu saja. Namun suatu hari, ibu saya mengajak saya pergi ke Depok untuk berwisata kuliner yang ia ketahui dari televisi.

Wah, tumben sekali pikir saya. Setelah mencari-cari dan tersasar, akhirnya tempat yang kami cari ketemu juga, Rumah Makan Tik tok. Ibu saya bilang "Kok rumah makannya beda dengan yang di TV ya?". Pantas saja, rumah makan yang kami kunjungi adalah cabangnya, tak heran kalau berbeda.


Karena sudah kelelahan dan sangat lapar sekali, karena mencari-cari rumah makan ini dari siang hari sampai menjelang maghrib, akhirnya langsung saja saya pesan dua porsi makanan dengan jenis masakan yang berbeda. Supaya ibu saya bisa mencicipinya dan barangkali bisa membuatnya di rumah.

Menu andalan di sana adalah daging bebek yang di masak seperti bumbu rendang yang rasanya lumayan pedas. Rasanya sangat enak sekali dan dagingnya juga sangat empuk. Karena saya suka dengan masakan yang berkuah, akhirnya pelayannya menawarkan kepada saya sup bebek. Hm....mendengar kata sup, saya langsung mengiyakan tawaran pelayan tadi.

Sup bebek disajikan dalam mangkuk yang lumayan besar. Didalamnya terapat potongan cabe hijau dan potongan daging bebek yang lumayan banyak. Daging yang dijadikan sup disini adalah bagian leher bebek. Jadi sedikit sekali daging bebek yang bisa saya nikmati karena segian besarnya adalah tulang-tulang.

Tapi jangan salah, mungkin daging yang bisa anda rasakan memang tak seberapa jumlahnya. Akan tetapi rasa supnya sangat lezat sekali dan ini yang membuat saya ketagihan. Aroma jeruk dalam sup, benar-benar sangat terasa sehingga dapat mengesampingkan aroma amis dari daging bebek. Kuahnya begitu kental dan banyak.Tidak ketinggalan pula rasa pedasnya yang pas. Serta beberapa potongan sayuran seperti buncis, wortel dan seledri, menambah nilai gizi. Benar-benar sangat lezat sekali.

Sampai dirumah pun, saya masih terbayang-bayang dengan kelezatan sup bebek dari Rumah Makan Tik-Tok tersebut. Sampai-sampai saya merayu ibu saya untuk membuatkan sup bebek seperti itu setibanya di rumah.

Bahkan saya telah berniat, bila ada waktu senggang saya akan mengajak teman-teman saya untuk makan di rumah makan tersebut. Harga untuk setiap masakan di sana boleh saya bilang murah untuk rasa yang sangat istimewa. Saya juga yakin Anda pun akan berpendapat sama dengan saya.

Bebek Tik Tok Van Depok
KH.M.Usman No.81A Kukusan, Depok

(eka/Odi)

Senin, 23 November 2009

Menikmati Kepiting Alaska di Seberang Bundaran HI

Jum'at, 26 September 2008 | 08:26 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Ada segelas cocktail buah saat beduk ditalu. Juga secangkir teh hangat. Makanan pembuka atau tajil di The Duck King Res taurant ini cukup memuaskan rasa dahaga.

Tak lama muncul sederetan menu menggoda di meja bundar itu. Bebek Peking Ala The Duck King, sepertinya satu yang tak boleh dilewatkan. Kulitnya renyah, krispi. Dagingnya pun cukup tebal dengan bumbu yang meresap di antara sela-sela serat dagingnya. Hemmm...


Sambil menikmati makanan, mata pun disuguhi interior menawan khas imperial. Apalagi di setiap dinding dan sekat dihiasi gelas-gelas kaca, sehingga ruangan berkapasitas 360 tempat duduk itu terkesan lebih luas dan glamour.

Menu lain yang juga menjadi andalan restoran yang berlokasi di Gran Indonesia lantai 3A ini adalah seafood. Sebut saja Kepiting Alaska yang berukuran besar itu. Anda bisa meminta chef restoran untuk memasak kepiting import itu sesuai selera Anda. Bisa digoreng, dibumbu saus padang, atau lainnya.

Apapun bumbunya, coba gigit daging kepitingnya itu. Meski tak jauh berbeda dengan kepiting pada umumnya, tapi seratnya lebih terasa di lidah. Dagingnya lebih tebal.

Rasa ‘asyik’ di lidah pun terulang saat menikmati tim ikan malas ala Thai. Pemilihan ikannya yang segar membuat daging ikan itu terasa fresh di lidah, juga bumbunya yang spicy meresap penuh sampai tulangnya. Tentu masih ada menu lain yang bisa dipilih, seperti kerang bambu, tim tahu scallop jamur, atau lumpia goreng ikan dengan keju.

Untuk minuman ada berbagai pilihan. Aneka jus segar, atau ini dia yang khas di sini, Superior Chinesse Tea. Anda bisa memilih Superior Flower Tea atau Superior Jin Long Tea yang pastinya akan menambah nikmat santapan.

Sambil menyeruput sedikit demi sedikit teh yang menyegarkan itu, lihatlah sekeliling ruangnya yang ditata apik. Interior ruangan ternyata didominasi warna hitam, putih, cokelat sebagai warna utama. Yang menarik adalah koridor masuknya, kaca perunggu yang melekat pada dinding, pilar-pilar serta atapnya memberikan efek refleksi cahaya secara horizontal maupun vertikal. Suasana pun terasa nyaman dan mewah. Di salah satu sisinya, melalui jendela kaca selebar 40 meter, sembari makan malam, Anda pun bisa menikmati bundaran Hotel Indonesia yang sarat dengan catatan sejarah itu lengkap dengan patung Selamat Datang- nya.

Cukup? Jangan dulu, pesanlah makanan penutupnya yang tak kalah istimewa dengan makanan utamanya. Puding dengan cita rasa pilihan antara jeruk bali, avocado sago, cofee, serta durian sago. Hmm.. Lengkap sudah buka puasa kali ini. A dining experience offering more than just great food – certainly.

Susandijani

Tetek Bengek Bebek

http://www.tempointeraktif.com

Bebek lebih rumit pemeliharaannya daripada ayam. Harus digembala, makanannya harus dijaga dan baru bertelur sesudah 6 bulan. Bila telur yang menetas jantan dilempar ke pasaran.

SIAPA orang yang paling dulu makan daging ayam dan telurnya? Menurut Ensyclopaedia Britannica, bangsa Cinalah yang pertama kali menangkap ayam lantas dimasak dan dimakan. Itu sudah dimulai sejak 1.400 tahun sebelum Masehi, katanya. Tidak ada catatan kapan telur bebek dan dagingnya juga dimakan manusia. Tapi hidangan bebek Peking sekarang ini terkenal di seantero dunia meskipun hanya dijual di restoran-restoran besar saja. Biar begitu, telur bebek tidak sepopuler telur ayam: tidak semua isi dunia terbiasa makan telur bebek. Cuma bangsa-bangsa Timur --termasuk Eropa Timur -- yang mau menyantap telur yang lebih besar ini.

Itu menguntungkan juga bagi para bebek: mereka tidak begitu "diperkosa" seperti ayam -- yang sekarang ini diteliti dengan matang sekali bagaimana bisa memprodusir telur sebanyak mungkin Biarpun nyonya-nyonya bebek bisa bertelur antara 300-360 butir setahunnya -- artinya bisa setahun penuh tanpa cuti -- tampaknya orang tidak terlalu hirau. Sebab telur mereka ini memang lebih amis dibanding telur ayam. Memang, amis tidak amis terutama terasa bagi orang yang sedikit kaya. Sebab bagi penduduk yang taraf hidupnya seperti ukuran Asia, itu tak jadi soal. Yang penting telur bebek lebih murah: di penggorengan dia mekar menjadi lebih banyak.

Selada Belanda. Daerah Kerawang lumbung padi Jawa Barat, adalah juga gudang bebek. "Bebek tidak bisa dibiarkan begitu saja seperti ayam", kata Pak Tatang dari desa Pacing, Kerawang, "karena bebek harus digembala". Kalau lupa saja membimbingnya, bebek-bebek yang selalu rapi berjalan beriringan akan ngeloyor ke mana-mana. Akibatnya anda bisa berkonfrontasi dengan tetangga yang diselonongi bebek-bebek tersebut.

Lebih penting lagi: dengan digembalakan, produksi telur bebek bisa naik. Seekor bebek baru bisa menghasilkan telur kalau umurnya sudah 6 bulanan. Asal makanannya dijaga, di pagi hari pemilik akan diberi hadiah telur yang warnanya putih atau kehijau-hijauan. "Dan makanan dalam hal ini penting", ujar Pak Tatang lagi. Sebab kalau makanan tidak beres, telur tidak tersedia. Memang pada dasarnya bebek bisa makan segala macam. Mulai dari cacing, pucuk pohon padi muda sampai ke anak ikan. Tapi biasanya pemilik menyediakan ramuan gabah, katul dan sayuran seperti kangkung -- yah mirip-mirip hidangan selada orang Belanda.

Menebak bebek. Itu untuk sarapan pagi. Siang hari, sebaiknya bebek-bebek digembala di antara pematang sawah tepi-tepi sungai. Menjelang matahari hilang, bebek-bebek digiring pulang biasanya mereka dibiarkan dulu untuk membersihkan diri: berendam-rendam di sungai, kemudian naik ke atas sambil menyisik-nyisik bulu dan ketiak. Setelah rapi, baru digiring pulang. Karena itu, "bebek ini ikut saja dengan kehidupan kami", kata Tatang. Maksudnya kalau sedang ada panen, telurpun turut panen. Celakanya, di kala petani dilanda paceklik, hasil telurpun ikut paceklik. "Pokoknya ngurus bebek cukup ruwetlah", kata Tatang.

Tapi, omong-omong, Tatang punya keahlian khusus juga -- yang biasanya dimiliki beberapa orang bebekwan lain. Mereka ini bisa menebak telur bebek: mana yang akan jadi jantan dan mana yang betina. Biasanya yang dilempar ke pasaran telur-telur yang nantinya menetas jadi bebek jantan. Ini tentu menakjubkan, karena semua telur bulat bentuknya. Bagaimana bisa tahu? "Wah ini sulit dikasih keterangan. Soalnya sudah di sini ini", kata Tatang sambil menunjuk dada dan kepalanya. Rupanya para laki-laki bangsa bebek hanya punya satu peranan. Kawini isteri mereka yang banyak itu, dan kalau ada calon laki-laki yang akan lahir, jual saja.

Minggu, 22 November 2009

Raup Jutaan Rupiah dari Tulang


Selasa, 7 April 2009 | 11:50 WIB

KOMPAS.com — Dua tahun lalu Beni menjadi korban pemutusan hubungan kerja massal. Ia lalu mencoba beternak lele. Ketika tengah menguras kolam untuk panen, Beni dan rekannya menemukan tumpukan tulang ikan dan ayam, sisa pakan lele. Tiba-tiba muncul ide di kepalanya. Tulang belulang yang sering kali dianggap orang tak berharga itu mereka ubah menjadi sepeda ontel, naga, motor besar, sampai becak.

Kerajinan dengan bahan baku tulang belulang pula yang membuat laki-laki bernama lengkap Beni Tri Bawono ini mengikuti berbagai pameran kerajinan, di antaranya di Yogyakarta dan Jakarta.

Dalam berbagai pameran itu, miniatur sepeda ontel, monster, sepeda motor gede atau moge seperti Harley Davidson, becak, dan kapal layar diberi harga sekitar Rp 1 juta. Adapun kerajinan berbentuk naga yang panjangnya lebih dari satu meter ditawarkan sekitar Rp 10 juta. Harga yang relatif tinggi, menurut Beni, merupakan bagian dari penghargaan atas kreativitas mencipta.

Bahan baku utama kerajinan itu dari tulang belulang ”gratisan” yang sebagian merupakan limbah warung makan di sekitar rumahnya. Bahan baku kerajinan itu tak hanya tulang ayam, tetapi juga tulang ikan dan tulang bebek. Sebagian besar tulang itu tidak dibentuk sesuai kebutuhan, tetapi kreativitaslah yang disesuaikan dengan bentuk tulang-tulang yang tersedia.

Sadel untuk sepeda ontel, misalnya, dibuat dari potongan punggung ayam, ban sepeda dari leher ayam yang dibentuk melingkar. Jeruji dibuat dari patahan tulang sayap, sedangkan kemudi sepeda dari tulang bebek. Ini yang menyebabkan pembuatan kerajinan seperti sepeda onthel bisa memakan waktu 10-15 hari, sementara untuk membuat naga yang lebih rumit diperlukan waktu hampir empat bulan.

Proses pembuatan kerajinan itu diawali dengan membersihkan tulang dari sisa-sisa daging. Untuk menghemat tenaga, hasil berburu tulang pada malam hari di warung-warung makan itu dia lemparkan ke kolam lele di belakang rumahnya. Setelah tiga hari, tulang itu diangkat dan direndam dalam air berformalin selama sehari semalam. Tulang-tulang itu kemudian dijemur hingga berwarna putih kering sambil sesekali disemprot formalin.

Tulang yang sudah benar-benar kering lalu mulai direkatkan dengan lem, sesuai dengan ide bentuk benda yang muncul. Setelah jadi, sebagai sentuhan akhir, rangkaian itu disemprot dengan cairan pembersih dan disapu dengan pewarna mutiara. Untuk memberi nilai tambah pada produknya, kerajinan itu dimasukkan ke dalam bingkai kaca.

”Kaca bingkainya juga kami potong sendiri dan sengaja dibentuk agar bisa dibuka. Ini supaya orang mudah membersihkannya, cukup disemprot cairan pembersih supaya awet. Asal tidak berada di tempat lembab, kerajinan ini bisa tahan lama,” kata Beni yang tinggal di Kelurahan Kebonbimo, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Andil rekan

Kreativitas membuat kerajinan tulang yang diberi label nama Boneart-Tlatar itu tak terlepas dari andil teman mainnya sejak kecil, Parmono atau Mono (27), panggilannya. Tentang nama merek produknya itu, kata Beni, ”boneart” untuk menggambarkan kerajinan ini terbuat dari tulang belulang. Adapun ”Tlatar” adalah tempat kelahirannya.

Mono membantu Beni mengurus 13 kolam lele di belakang rumahnya. Memelihara lele adalah usaha yang dijalani Beni untuk menyambung hidup setelah terkena PHK massal dari pabrik tekstil di Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, akhir tahun 2007.

Pada awal tahun 2008, Beni dan Mono mulai memanen lele. Setelah menguras habis air kolam, di tepian kolam teronggok tumpukan tulang-tulang sisa pakan tambahan lele. Mono melihat kepala ayam yang sudah menjadi kerangka. Entah mengapa, ketika itu imajinasinya melayang, membayangkan kepala ayam itu seperti kepala monster. Hari itu juga Mono dibantu Beni mencoba membentuk sosok monster yang tergambar dalam benak mereka.

Hasilnya ternyata lumayan unik meski masih sederhana. ”Monster” itu lalu dipajang di ruang tamu rumah Beni. Beberapa kenalannya yang melihat ”monster” berbahan tulang sisa pakan lele itu tertarik dan memesan produk serupa.

Merasa ada peluang, jiwa bisnis Beni muncul. Dia mengajak Mono membuat lebih banyak kreasi hingga kemudian hasil karya mereka juga diketahui dinas usaha kecil dan menengah setempat. Mereka kemudian diajak ikut pameran ke berbagai tempat dan kota.

”Sewaktu pameran di Yogyakarta, kami sudah mendapat pesanan meski jumlahnya relatif kecil. Namun, karena ini produk kerajinan tangan, memang tak bisa langsung dikerjakan dalam waktu cepat,” katanya.

Duet Beni dan Mono lalu mencoba mengembangkan bentuk selain sosok monster. Mereka mencoba membuat sesuatu yang lebih menantang. Namun, Mono memutuskan untuk berhenti dua bulan lalu. Maka, Beni bekerja sendiri meneruskan usaha kerajinan berbahan baku tulang belulang itu.

Tawaran lewat ”blog”

Meski bisa dikatakan unik, kata Beni, pemasaran produk kerajinan tulang ini masih tertatih-tatih. Ia baru bisa berharap dari pameran ke pameran. Dia masih enggan menawarkan kerajinan tulang itu melalui galeri seni.

”Saya berencana membuat galeri sendiri di rumah, tetapi masih belum terwujud karena terkendala modal. Untuk membuat karya yang dipamerkan di Jakarta saja, saya sudah habis-habisan. Uang dari hasil menjual lele nyaris semuanya dipakai untuk modal membuat kerajinan,” tuturnya sambil menunjukkan belasan kerajinan tulang.

Untuk mengatasi masalah pemasaran, sekitar sebulan lalu Beni dibantu sepupunya mencoba menggunakan jejaring internet. Dia membuat blog yang berisi foto-foto dan narasi singkat tentang kerajinan tulang produknya dalam www.boneart-tlatar.blogspot.com. Namun, media ini masih sangat sederhana, baik tampilan maupun isinya.

”Saya tetap merasa kerajinan ini unik dan bernilai tinggi. Saya berharap setelah pemasarannya bisa lebih luas, saya bisa mengajak orang-orang di kampung untuk ikut membuatnya. Sepanjang ada kreativitas, pasti ada jalan,” ungkapnya optimistis.(Antony Lee)

Sumber: Kompas Cetak

125 Orang Kejar-kejar Bebek


http://www.kompas.com, edisi Senin, 18 Agustus 2008 | 11:58 WIB

SURABAYA, SENIN - Sebanyak 125 orang yang berasal dari Kecamatan Genting, Surabaya mengikuti lomba menangkap bebek di Sungai Kalimas, Surabaya, Senin (18/8) siang.

Acara yang digelar untuk memperingati HUT ke-63 Kemerdekaan RI tersebut cukup meriah. Bahkan, sejumlah warga Kota Surabaya berdatangan melihat secara langsung acara tersebut.

Sementara itu, para peserta lomba terdiri atas orang tua, anak muda hingga anak-anak terlihat begitu antusias menangkap bebek. Mereka terlihat saling berebutan menangkap bebek tersebut.

Ketua panitia, Rudi Irawan Anwar, mengatakan, dalam lomba itu, sebanyak 30 bebek dilepas secara dua tahap ke Kalimas.

"Peserta tidak dibatasi umur, selain para orang tua dan anak muda, anak-anak juga banyak yang ikut," katanya.

Hadiah yang diperebutkan dalam lomba itu, antara lain sepeda gunung, telepon seluler (ponsel), jam dinding, dan hadiah lainnya.

Adapun dipilihnya Kalimas sebagai tempat dalam lomba kali ini, kata dia, karena sungai memiliki nilai historis yang tinggi. Pada zaman kerajaan Majapahit, sungai ini pernah dilewati para perajurit Majapahit ketika menjalankan tugas kenegaraan.

ABI
Sumber : Ant

Kemeripik Laba Bebek Kremes

Kamis, 14 Mei 2009 | 11:06 WIB


KOMPAS.com — Pernahkah mengudap bebek kremes? Rasanya... yummy. Bagi pebisnisnya, laba dari bebek kremes juga tak kalah nikmatnya. Buktinya adalah Samsianata.

Bermula dari iseng, tahun 2006, Samsianata membuka rumah makan dengan menu andalan bebek goreng. Agar tak sama dengan kedai menu bebek lainnya, Sam, panggilan akrab Samsianata, menyajikan menu bebek yang berbeda. "Sagu membalut daging bebek pakai tepung sehingga jadi kremes," katanya.


Selain itu, Sam juga menggunakan rempah-rempah asli Indonesia. "Sehingga dagingnya empuk dan tidak bau amis," klaim Sam yang menamakan usahanya: Bebek Kremes Wong Jojga.

Saat ini di gerai Bebek Kremes Wong Jogja tersedia 19 menu makanan dan tujuh menu minuman. Andalannya, tentu saja menu bebek. Selain bebek, ada juga tahu, tempe, ayam, baknmi, dan sebagainya. Tapi, kebanyakan menu tadi disajikan dengan balutan kremes alias tepung yang menjadi ciri khas Sam. Menu minuman andalannya adalah wedang wayang, yakni campuran berbagai rempah dengan krim.

Sam mengaku, produk makanan buatannya laris manis diserbu pembeli. Karena itu, pada April 2008 Sam menawarkan kemitraan Bebek Kremes Wong Jogja. Tawaran kemitraan itu cukup laku. Buktinya, baru setahun sejak ditawarkan dia sudah berhasil menjaring 18 mitra yang tersebar di Jakarta, Bekasi, Depok, Bandung, Yogyakarta, dan Medan.

Cukup Rp 50 juta

Sam menetapkan beberapa persyaratan bagi yang berminat menjadi mitranya. Pertama, investasi awal Rp 50 juta untuk kerja sama 10 tahun.

Kedua, talon mitra harus menyediakan tempat usaha dengan luas minimal 100 meter persegi dan lahan parkir yang mampu menampung minimal lima mobil. Khusus yang mengambil lokasi di mal, si mitra bisa menempati ruangan dengan luas 20 meter persegi. Oh ya, tempat usaha tersebut juga harus memiliki kamar mandi.

Dengan menyetor investasi awal tadi, si mitra akan mendapat perlengkapan promosi berupa brosur dan spanduk. "Ada juga promosi lokal dan nasional selama seminggu pertama pembukaan," jelas Sam.

Tidak ketinggalan, Sam juga memberi pelatihan bagi 15 karyawan mitra. Terakhir, Sam akan memberi paket perdana senilai Rp 2 juta sebagai alat promosi saat pembukaan perdana, berupa paket makanan dan minuman lengkap.

Agak berbeda dari kebanyakan tawaran kemitraan, Sam tidak mengharuskan mitra membeli bahan baku kepadanya. Si mitra bisa membeli sendiri semua kebutuhan usaha. "Karena saya membuka semua rahasia dapur termasuk bumbunya," ajar Sam.

Sam juga tak mematok uang royalti. Hanya, ketika mitra berniat meneruskan kerja sama, Sam memungut Rp 25 juta sebagai biaya perpanjangan. Sam menjanjikan mitra balik modal dalam 24 bulan. Itu dengan asumsi pendapatan kotor Rp 1,5 juta per hari.

Yenny, mitra Bebek Kremes Wong Jogja di Bekasi sejak tahun 2006, mengaku bisa mencapai target itu karena setiap hari bisa meraup pendapatan Rp 4 juta hingga Rp 6 juta. "Laba bersihnya sekitar 30 persen," beber Yenni.

Yenni memperoleh laba sebesar itu setelah dia mengurangi omzetnya dengan berbagai biaya, yakni biaya bahan baku sebesar 30 persen, sewa tempat sebesar Rp 70 juta, biaya gaji pegawai, dan berbagai biaya lainnya. (Dessy Rosalina/Kontan)

Kuliner Keraton

http://www.kompas.com, edisi Kamis, 31 Januari 2008 | 00:39 WIB

by: Bondan Winarno

Tulisan saya minggu kemarin memicu ingatan pada diskusi dua tahun yang lalu di milis Jalansutra tentang kuliner keraton alias royal cuisine. Yohan Handoyo yang memulai diskusi mengajukan beberapa pertanyaan. Apakah bedanya dengan masakan rakyat biasa? Atau cuma masakan biasa yang menggunakan bahan-bahan luar biasa? Atau malah cuma penampilannya saja yang dibuat bergaya?

Yohan ketika itu mencoba melakukan riset dan ternyata menemukan bahwa haute cuisine di Prancis punya sejarah yang panjang. Tidak percaya? Baca saja komik Asterix. Bukankah Obelix yang sangat doyan celeng panggang jadi kaget ketika melihat bahwa ternyata bangsawan Romawi sudah lebih dulu menyukai sajian itu. Sayangnya, Obelix tidak singgah sempat ke Puri Ubud dan melihat para raja Bali menyantap be guling.

Mungkin sekali pertanyaan-pertanyaan Yohan itu dipicu oleh undangan Mas Iwan Tirta beberapa bulan sebelumnya yang mengajak kami berhalalbihalal di rumahnya. Mas Iwan menyajikan berbagai hidangan yang menurutnya dimasak berdasar resep-resep Puro Mangkunegaran. Sekalipun bergaris darah Cirebonan, Mas Iwan memang dikenal sangat dekat dengan keluarga Mangkunegaran.

Tetapi, Mas Iwan sendiri justru berpendapat bahwa keraton-keraton di Jawa justru tidak mempunyai royal cuisine yang dapat dibandingkan dengan istana-istana Prancis atau Italia pada abad ke-18. Menurutnya, keraton-keraton Surakarta dan Yogyakarta di masa itu malah mengirim jurumasaknya untuk belajar masak di keluarga-keluarga Belanda. Perlu pula dicatat bahwa pada masa itu banyak pangeran muda yang justru “dititipkan” kos pada keluarga-keluarga Belanda, sehingga menyerap kebiasaan kuliner asing. Salah satu makanan kesukaan Sri Sultan Hamengkubuwono IX – yang di masa mudanya bersekolah di Negeri Belanda – adalah sup makaroni yang kemudian diadaptasi menjadi sajian khas keraton Yogya.

Tidak heran bila banyak sajian Puro Mangkunegaran yang sebetulnya juga merupakan fusion dengan masakan Belanda. Sambel goreng srinthil, misalnya, adalah sambel goreng yang dibuat dari bulatan-bulatan kecil daging cincang yang diadaptasi dari masakan Belanda. Bulatan daging ini juga kemudian hadir dalam sup dengan kacang kapri dan potongan sosis.

Salah satu hidangan khas Solo yang menampakkan fusion dengan kuliner Belanda adalah selat solo yang mungkin sekali nama aslinya adalah sla atau salad. Sajian ini merupakan silang antara semur, biefstuk, dan selada. Jejak-jejak kebelandaannya masih sangat kuat. Bukankah sosis solo juga sebetulnya merupakan blaster antara semar mendem dan saucijsbrood-nya wong londo?

Sebaliknya, Kanjeng Gusti Ratu Alit, putri kesayangan almarhum Sri Sunan Pakubuwono XII yang memang diberi “kekuasaan” untuk mengurusi dapur keraton pada waktu itu, justru berpendapat bahwa sajian khas keraton-lah yang kini populer menjadi santapan rakyat. Menurutnya, contoh yang paling nyata adalah nasi liwet. Sajian yang dulunya merupakan kesukaan para raja dan keluarganya, kemudian menyusup menjadi sajian yang populer di kalangan masyarakat luas. Pernah cicipi nasi liwet Bu Wongso Lemu, ‘kan? Dia bukan saudaranya William Wongso, lho?

Bagaimana pula dengan keraton-keraton di luar Jawa? Apakah mereka mempunyai santapan khusus bagi para ningrat di lingkungan baluwarti? Saya pernah berkunjung ke Istana Pagaruyung di Sumatra Barat dan Istana Gowa di Sulawesi Selatan, tetapi tidak pernah mendengar tentang adanya masakan yang hanya disuguhkan di sasana andrawina kerajaan.

Tetapi, di Istana Sultan Maimoon di Medan, saya justru sempat mencicipi masakan-masakan Teuku Zahdi yang konon memang dulunya diperuntukkan bagi para bangsawan. Yang saya cicipi misalnya adalah anyang jantung pisang, sambal serai, bubur pedas, serta tepung banda (kue ini juga disebut bolu kamboja). Anyang adalah masakan seperti urap di Jawa, sayurnya jantung pisang, pakis, dan tauge. Sambal serainya sangat gurih, karena diisi udang basah dan udang kering, dengan kelapa bakar yang ditumbuk, disantap dengan ketupat. Bubur pedasnya mirip bubuh pedah di Aceh, dibuat dari 44 macam bahan dan bumbu. Sama dengan di Solo, santapan para Raja Deli inipun kini populer sebagai masakan rakyat. Bedanya, masakan khas ini hanya muncul pada bulan suci Ramadhan, karena rupanya terlalu rumit untuk disajikan sebagai makanan sehari-hari.

Sekalipun secara terbatas kita juga mengenal adanya berbagai santapan kesukaan para raja di masa lalu, tetapi sebetulnya jenis-jenis masakan itu tidak banyak berbeda dari masakan yang juga dinikmati oleh rakyat. Berbeda sekali dengan definisi royal cuisine seperti yang dapat kita pelajari dari istana-istana Prancis, Italia, China, Jepang, dan Korea. Kuliner istana di sana benar-benar dibuat dari bahan yang sangat eksklusif, dan prosesnya pun sangat eksklusif. Sekarang, di Beijing ada beberapa restoran khusus yang menyajikan menu imperial dinner dengan harga selangit.

Jangan khawatir! Di Yogya malah ada dua restoran yang diselenggarakan langsung oleh keluarga keraton. Lagi-lagi ini membuktikan bahwa kuliner keraton bukanlah sesuatu yang eksklusif. Resep keraton “sengaja” dibocorkan agar dapat dinikmati oleh masyarakat luas.

Restoran “Bale Raos” yang terletak di bagian selatan keraton Yogya, di Jalan Magangan Kulon, misalnya, menyediakan berbagai sajian kesukaan para raja. Ada bebek suwar-suwir dengan bumbu kedondong kesukaan Sri Sultan HB IV. Ada pula singgang ayam kesukaan Sri Sultan HB IX. Tetapi, he he, jangan kaget kalau menemukan sajian khas Surabaya di sana, yaitu lontong kikil. Rupanya, ada seorang pangeran yang ketika berkunjung ke Surabaya jatuh hati pada masakan ini, sehingga kemudian juga memerkaya khasanah kuliner Keraton Ngayogyakarta.

Di bagian depan keraton, di Jalan Rotowijayan, juga ada “Gadri Resto” yang langsung ditangani oleh BRAy. Hj. Nuraida Joyokusumo. Restoran ini berlokasi di rumah pangeran, sehingga para tamu dapat menikmati suasana khas keningratan. Sekalipun berasal dari Kalimantan, istri GBPH Joyokusumo (adik merangkap ajudan Sri Sultan HB X) ini ternyata tekun belajar kuliner keraton. Ia bahkan sudah menulis buku resep-resep masakan yang disukai para raja-raja pendahulu.

Tamu yang berkunjung ke “Gadri” biasanya akan disambut dengan welcome drink yang disebut Royal Secang. Wedang secang yang dibuat dari jahe, kayu manis, dan serutan kayu secang sehingga berwarna merah ini adalah kesukaan Sri Sultan HB IX juga. Minuman ini sekarang juga disajikan dengan es untuk mengikuti zaman.

Jangan lupa mencicipi hidangan “Gadri” yang bertajuk Nasi Blawong. Blawong sama sekali tidak mencerminkan sajiannya, melainkan referensi terhadap piring sajinya. Di masa lalu, hidangan untuk para raja disajikan dalam piring yang didatangkan dari Belanda dengan motif Delft blauw (biru). Nama piring itu dalam bahasa Jawa kemudian menjadi piring blawon.

Di tengah piring itu diceplok nasi yang berwarna merah muda. Ini adalah nasi gurih yang bumbu utamanya adalah bawang merah. Selain menciptakan efek segar, bawang merah inilah yang “bertanggung jawab” mewarnai nasi itu menjadi merah muda. Di sekitar nasi ceplok itu ditata lauk-pauknya yang tidak terlalu mewah, yaitu: ayam goreng lengkuas, daging sapi lombok kethok, dan telur masak pindang yang kemudian digoreng.

Nasi blawong adalah santapan raja yang memang hanya dapat ditemukan di “Gadri”. Tetapi, favorit raja seperti nasi langgi dan nasi punar kini sudah umum dijumpai di berbagai tempat makan umum.

Dalam daftar menunya, “Gadri” menyajikan berbagai sajian yang memang harus dicoba satu per satu, seperti: daging sanggar, pastel krukup, untup-untup sayur, sayur klenyer, dan lain-lain. Coba juga dessert-nya yang khas seperti: pandekuk, rondo topo, tapak kucing, atau prawan kenes.

Sabtu, 21 November 2009

Bebek Goreng & Bakar Populer

Devita Sari - detikFood, http://www.detik.com, Rabu, 01/08/2007 10:17 WIB

Jakarta - Penasaran ingin membuat bebek goreng yang empuk nan lezat? atau ingin menggali rahasia agar bebek tidak berbau amis?

Tak perlu bingung, karena jawabannya ada di buku mungil ini. Berbagai variasi olahan bebek dari berbagai daerah, plus cara membuat aneka sambal pun tersaji komplet. Bahkan, siapa tahu impian untuk menjadi juragan bebek dapat terwujud. Nah, cobain yuk!! Mungkin bagi sebagian orang bebek bukanlah makanan favorit.


Bau amis yang mengganggu ketika menyantap makanan ini membuat orang enggan untuk menyantapnya. Padahal jika diolah dan disajikan dengan benar, bebek dapat menjadi hidangan yang unik dan luar biasa lezat. Di buku yang berjudul Bebek Goreng & Bakar ini sang penulis mengupas tentang rahasia menghidangkan sajian bebek yang lezat dan gurih.

Pada awal bab, sang penulis yaitu Ibu Odilia Winneke yang berpengalaman sebagai food editor dan food stylist ini mengungkapkan awal mula bebek atau itik dan jenis-jenisnya di Indonesia. Sedangkan pada bab berikutnya dijelaskan cara-cara mengolah bebek yang baik dan benar. Selain agar tidak berbau anyir, juga untuk menambah rasa gurih bebek ketika dimasak. Dimana hal tersebut sebenarnya merupakan kunci penting dalam memasak hidangan bebek.

Pada bab selanjutnya pembaca akan disodori dengan aneka hidangan bebek dari berbagai wilayah di Indonesia. Pada halaman 10 contohnya, terdapat resep Bebek Goreng Surabaya yang gurih dan empuk plus foto-foto cantik hasil jepretan kamerawan Harry Wibawa.

Selanjutnya terdapat resep Bebek Goreng Kremes, yaitu bebek goreng yang ditaburi kremesan yang kress...kress diatasnya ini merupakan hidangan bebek yang cukup populer saat ini; Bebek Goreng Bali, yaitu sajian bebek yang berasal dari Bali ini biasanya disajikan dengan pelengkap sambal matah dimana cara pembuatannya pun akan dibeberkan di akhir bab.

Selain bebek goreng masih banyak resep bebek bakar lainnya yang tak kalah lezat. Bebek Bakar Banyumas yang dilumuri oleh kecap dan irisan cabai rawit merah dan hijau ini sangat menarik dan unik untuk dicoba. Jika suka rasa yang lebih pedas Anda dapat mencoba resep Bebek Bakar Cabai yang rasa pedasnya cukup mengigit... dijamin Anda pun akan terengah-engah kepedasan. Sajian bebek goreng ataupun bakar tidak akan komplet jika tanpa sambal.

Di akhir bab, tak lupa penulis menyajikan resep-resep aneka sambal yang cocok untuk sajian bebek. Sambal matah yang unik ini didominasi dengan irisan bawang dan cabai rawit merah; sambal mangga, yaitu mangga yang diserut halus ini dicampur dengan sambal yang telah dihaluskan; Sambal Rawit; hingga Sambal Cabai Hijau yang puedesss... semuanya dituturkan komplet mulai dari bahan-bahan hingga cara membuatnya.

Nah, jika ingin membuat bebek yang gurih dan lezat tak perlu menjadi pakar bebek. Dijamin, dengan buku terbitan Gramedia ini Anda dapat membuat hidangan bebek secantik dan seenak sajian resto. Apalagi karena semua resepnya telah diuji coba, jadi kemungkinan gagal pun akan semakin kecil. Selamat mencoba ya!!

Hidangan Favorit Terpopuler Bebek Goreng & Bakar Odilia Winneke PT Gramedia Pustaka Utama Harga : Rp 30.000,00 Dapat diperoleh di semua toko buku Gramedia (dev/Odi)

Jumat, 20 November 2009

Barack Obama, Bebek Sawah di Menteng Dalam


Kamis, 23 Oktober 2008 | 13:04 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Setiap menyaksikan Barack Obama di televisi, ingatan Djoemiati melenting ke masa yang jauh. Nenek 66 tahun yang tinggal di Menteng Dalam, Jakarta Pusat, itu ingat betul senator Illinois dari Partai Demokrat tersebut. Djoemiati tahu sang senator kini tengah berlaga merebut kursi kandidat Presiden Amerika Serikat. Dialah Barry Soetoro kecil yang tengil. ”Ya, itu dia, Barry. Kalau lari, dia mirip bebek sawah,” ucap Djoemiati terkekeh.

Barry nama panggilan Obama semasa bocah di Jakarta. Usianya baru enam tahun pada 40 tahun lalu saat dia bersama ibunya, Ann Dunham, dan ayah tirinya, Lolo Soetoro, tinggal bertetangga dengan Djoemiati. Coenraad Satjakoesoemah, kini 77 tahun, suami Djoemiati, menjual sebagian tanahnya di Jalan Kiai Haji Ramli 16 di kawasan Menteng Dalam kepada Lolo. Saat itu keluarga Lolo baru pindah dari Papua.

Segera saja Djoemiati terkesan saat berkenalan dengan Barry. Bocah berkulit hitam, berbadan gemuk, dan berambut ikal itu cepat bergaul dengan anak-anak sebayanya di kampung. Kendati belum bisa berbahasa Indonesia, dia mau diajak main apa saja. Petak umpet, gulat, tembak-tembakan, kasti, hingga sepak bola, Barry hayo saja. Barry paling senang berlari. Gaya larinya kerap menjadi bahan tertawaan warga Menteng Dalam. Mereka menyebut dia ”si Bebek Sawah”. ”Dia itu gemuk, jadi kalau lari lucu banget,” ujar Djoemiati kepada Tempo.

Keluarga Soetoro pindah ke Menteng Dalam dengan membawa pelbagai ornamen tradisional rumah Papua. ”Saya pertama kali tahu tombak Irian, ya, waktu main ke rumah Barry,” tutur Eddy Purwantoro, 51 tahun, tetangga sebelah Barry.

Lolo Soetoro juga membawa serta hewan peliharaan, seperti ular, biawak, kura-kura, kera, hingga beberapa jenis burung dari Papua. Hewan-hewan itulah yang kerap dipamerkan Barry kepada teman-temannya. Yunaldi Askiar, 45 tahun, tetangganya yang lain, bercerita, ia pernah marah ketika Barry membuatnya kaget saat menyodorkan kepala kura-kura ke wajahnya. Tapi amarah Yunaldi tak berlangsung lama. Tak sampai sebulan kemudian hewan itu lenyap lantaran rumah Lolo diterjang banjir.

Tak bisa memamerkan hewan peliharaan, Barry tak kehabisan akal. Teman sekelas Yunaldi di kelas I Sekolah Dasar Katolik Fransiskus Strada Asisi (sekarang Fransiskus Asisi), Menteng, itu menunjukkan beberapa koleksi pistol mainan. Johny Askiar, 50 tahun, kakak Yunaldi, pernah diberi sebuah pistol mainan oleh Barry.

Bagi Johny, tetangganya di ujung Jalan Ramli itu terhitung teman baik hati. Selain punya banyak pistol mainan yang mirip pistol asli, bocah kelahiran Hawaii, 4 Agustus 1961, itu punya spidol. ”Waktu itu hanya anak orang kaya yang memiliki spidol,” ujar Johny mengenang. Johny kini membuka usaha bengkel sepeda motor di Ciganjur, Jakarta Selatan.

Sepulang sekolah, Johny dan Yunaldi biasa mengundang Barry ke rumah mereka. Di rumah nomor 18 itu mereka bermain gulat atau petak umpet. ”Kalau dijaili, Barry suka berseru, cuang! Cuang!” Johny menirukan aksen cadel Barry saat menyebut kata curang.

Johny mengaku ia memang kerap menggoda Obama. Misalnya, menjitak kepala atau memain-mainkan rambut keriting Barry. ”Habis, gemas dengan rambutnya itu,” ujarnya. ”Lucunya lagi, kalau kehujanan, air tetap ngembeng di kepalanya.”

Keakraban Barry dan Johny-Yunaldi menular kepada orang tua mereka. Ann Dunham, yang masih menggendong Maya Cassandra Soetoro, adik Obama, selalu menjahitkan baju-bajunya kepada Eti Hayati, kakak Johny. Keluarga Askiar, yang berasal dari Padang, kerap mengundang makan keluarga Lolo. Sepulang sekolah, Barry bahkan biasa makan di rumah Johny. Makanan favorit Obama: rendang.

Dalam soal makan, terutama jika ada rendang atau roti cokelat, Barry amat lahap. Djoemiati mengisahkan, suatu hari, ketika Obama main ke tetangga, dia hampir menghabiskan kue tar yang hendak disuguhkan kepada tamu keluarga itu. Lantaran berang, pembantu rumah itu mengejar-ngejar Barry. ”Si Bebek Sawah” lari terbirit-birit sebelum bersembunyi di kolong tempat tidur.

Kata-kata curang, jangan ganggu, dan jangan begitu merupakan ungkapan bahasa Indonesia yang paling sering diucapkan Obama kecil. Israella Pareira Darmawan, 64 tahun, guru Barry sewaktu kelas I di sekolah Asisi, menyebutkan kosakata Indonesia Barry amat terbatas di bulan-bulan awal masuk sekolah. Baru pada bulan keempat dan kelima, Obama mulai bisa berbahasa Indonesia meski terbata-bata.

Nilai bahasa Indonesia Barry cuma 5. Tapi ia amat pandai matematika. Secara keseluruhan Obama masuk sepuluh besar. ”Dia anak cerdas, sabar, mudah bergaul,” kata Israella.

Ibu guru itu masih ingat, Obama suka membela teman-temannya yang bertubuh kecil. Ia kerap memeluk atau memegang tangan teman mainnya yang jatuh dan menangis. Bertubuh paling jangkung, Barry senang memimpin barisan. ”Kalau guru masih belum masuk kelas, dia akan melarang siapa pun masuk kelas lebih dulu,” ucap Israella.

Di Asisi, Obama bersekolah dari 1968 hingga 1970 awal. Selanjutnya ia pindah ke Sekolah Dasar 01 Besuki, Menteng (sekarang Sekolah Dasar Negeri Menteng 01, Jalan Besuki) saat kelas III. Barry bersekolah di Besuki cuma sampai akhir kelas IV. Dia kemudian melanjutkan pendidikan dasarnya di Hawaii, Amerika Serikat.

Kawan-kawan di sekolah dasar Besuki ini pada awal Maret lalu membentuk Obama Fans Club. Alumni sekolah tahun 1973 itu berkumpul di Sekolah Dasar Negeri Menteng 01 dan memberikan dukungan kepada sang kawan untuk terus melaju dalam pemilihan Presiden Amerika. Belakangan nama Obama Fans Club itu berganti menjadi Yayasan Besuki 73. ”Nama Fans Club kurang tepat. Barry kan teman kami,” kata Sonni Gondokusumo, pengusaha 47 tahun.

Sandra Sambuaga-Mongie, 47 tahun, mengenang Barry sebagai kawan yang mudah berteman dan tak gampang marah. Sementara itu, Widiyanto, karyawan Prima Cable Indo, tak pernah lupa pada tangan kidal Barry. Obama sering menunjukkan gambar-gambar tokoh superhero, seperti Batman dan Spiderman, hasil coretan tangan kidalnya. ”Ia juga ikut pramuka dan karate,” ujar Widiyanto.

Fotografer Rully Dasaad, 48 tahun, mengenang Obama sebagai kawan yang sama-sama hiperaktif. Barry dan Rully dikenal tak bisa diam dan kerap menebarkan bau apak keringat kepada kawan-kawan mereka setelah bermain kasti. ”Saya ingat waktu ikut pramuka, Barry pernah diikat oleh kakak kelas karena tak bisa diam,” ujarnya.

Rully juga merekam cerita tiga bulan pertama Obama bersekolah di sekolah dasar Besuki. Barry tak pernah mau menyanyi. Tapi, setelah itu dia senang menyanyikan lagu-lagu perjuangan Indonesia. Salah satu lagu kesukaannya: Maju Tak Gentar.

Apa cita-cita Obama kecil? Kawan-kawan Barry di sekolah Asisi ataupun sekolah Besuki berusaha memeras memori mereka, tapi tak berhasil mengail cerita ini. Hanya Bu Guru Israella yang segera teringat pelajaran mengarang di kelas III. Dengan tema ”Cita-citaku”, Barack Obama pernah menulis: ”Cita-citaku: presiden”.

Obama kecil adalah Obama yang punya kehidupan berwarna. Ia cerdas, mudah bergaul, melindungi teman-temannya, berusaha keras belajar bahasa Indonesia, senang menyanyi lagu perjuangan, menimba sendiri air sumur di rumahnya, dan suka mengenakan kain sarung pemberian ayah tirinya.

Media-media Amerika berusaha keras membongkar sisi spiritual Obama ini untuk menyerang sang calon presiden. Coenraad, misalnya, pernah berang ketika ucapannya tentang sekolah Obama dipelesetkan: dari Asisi menjadi Asisyiah. ”Padahal jauh berbeda. Asisi adalah sekolah Katolik,” ujarnya.

Eddy Purwantoro sering bermain bersama Barry di masjid. Juga, di saat bulan puasa keduanya biasa main-main di masjid. ”Barry sering pakai sarung untuk menutup mukanya. Kami bermain ninja-ninjaan,” Eddy menjelaskan. Tapi Eddy tak pernah melihat Barry menjalankan salat. Yang ia tahu, Barry penganut Nasrani. Yang memeluk Islam adalah ayah tirinya, Pak Lolo.

Kini Coenraad, para tetangga, teman-teman, dan guru Obama sangat berharap ”sang Bebek Sawah” yang mereka banggakan bisa menembus Gedung Putih. Jika itu terjadi, kata Coenraad, ”Dia adalah warga Menteng Dalam pertama yang jadi Presiden Amerika.”

[Yos Rizal Suriaji, Bayu Galih, Rafly Wibowo]

Bebek Terkena Penyakit Aneh, Peternak Sumenep Bangkrut

Minggu, 16 Agustus 2009 | 14:18 WIB

TEMPO Interaktif, Sumenep - Sepuluh peternak bebek potong di Desa Ganding Timur, Kecamatan Ganding, Kabupaten Sumenep, Madura, mengalami kebangkrutan. Bebek potong mereka mati mendadak tertular penyakit aneh.

"Kejadiannya sudah tiga bulan lalu, sekarang saya tidak beternak lagi," kenang Jesid, 40 tahun, peternak bebek potong Desa Ganding, Minggu (16/8).

Jesid menceritakan, kematian puluhan ekor bebeknya, di mulai akhir bulan Mei lalu, ketika isu flu burung dan flu babi sedang marak. Sejak itu, setiap pagi dua hingga tiga ekor bebek yang siap jual mati, dengan ciri tubuh kaku dan hidungnya mengeluarkan lendir. "Saya rugi hampir empat juta, modal habis total," katanya.

Bisnis ternak bebek, kata Jesid, belum genap dua tahun digelutinya. Ia tertarik, setelah melihat teman-temannya sukses dengan beternak bebek potong. "Awalnya saya bisa untung ratusan ribu sekali panen," kenangnya.

Berbeda dengan Jesid, nasib lebih beruntung dialami Mabruhah. Perempuan berusia 33 tahun ini mengaku hanya mengalami rugi kecil karena masih sempat menjual seluruh bebeknya, setelah mendengar bebek milik Jesid mati mendadak tertular penyakit.

"Waktu itu, Bebek saya sudah sempat mati beberap ekor," katanya seraya menambahkan di Desa Ganding terdapat sepuluh peternak bebek dan bangkrut semua.

Kasus serangan penyakit terhadap ternak bebek potong ini, kata Mabruhah, telah dilaporkan kepada perangkat desa. Namun, belum ada tindakan apa pun. "Bangkainya kita kubur aja, takut tertular flu burung," katanya.[MUSTHOFA BISRI]

Bebek Renyah ala Bali

Jum'at, 27 Februari 2009 | 10:22 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Bebek sepertinya tengah menjadi menu primadona di ibu kota. Beragam restoran menawarkan sajian dari bebek sebagai hidangan utama. Mulai dari bebek sambal hijau, bebek goreng, hingga bebek bakar. Tak ketinggalan beragam cara dilakukan untuk menjadi daya tarik. Tengok saja pemandangan peternakan yang ditawarkan untuk pengunjung oleh rumah makan Tiktok van Depok di Kukusan, Depok, Jawa Barat.

Tak kalah unik yang disuguhkan sebuah restoran bebek dari Pulau Dewata di tengah ibu kota. Tepatnya di Jalan H Agus Salim. Hadir dengan suasana lebih modern, Bebek Bengil tetap menampilkan suasana ciri khas Bebek Bengil Bali. Mulai dari desain pohon yang dibalut kain sarung kotak-kotak hitam putih hingga lukisan pemandangan alamnya.


Bebek Bengil alias Dirty Duck Diner tak lain dari restoran bertaraf internasional yang pertama hadir di Ubud, Gianyar, Bali, dengan luas 100 hektare. Nama Bengil, yang berarti kotor, terinspirasi dari munculnya iringan bebek yang melintas di depan restoran yang dikelilingi sawah ini.

Pemilik Bebek Bengil, Anak Agung Raka Sueni mengatakan meski hadir dengan area yang lebih kecil, yakni 17 hektare, suasana Bali tetap menjadi sajian utama di restoran ini. "Kami ingin mengemasnya menjadi lebih modern saja. Sesuai dengan karakter masyarakat Jakarta yang beragam," katanya di sela-sela pembukaan restoran di Jakarta beberapa waktu lalu.

Berbeda dari restoran di Bali yang dikelilingi sawah dan hanya memiliki satu lantai, di Jakarta, Bebek Bengil hadir dengan dua lantai. Uniknya, di lantai dua terdapat dua tempat berupa balkon, sehingga pengunjung dapat menikmati bebek dengan menatap panorama luar, meskipun pemandangannya berupa gedung-gedung.

Tak hanya suasana yang dicoba disesuaikan mirip Bali, menu andalan juga sama dengan yang disuguhkan di Ubud, yakni bebek bengil, berupa bebek goreng nan renyah. Tak mau kehilangan cita rasa bebek bengil Gianyar, bumbu untuk bebek bengil di Jakarta pun didatangkan langsung dari Pulau Dewata.

Membuka menu makan malam kami, hadir sate khas Bebek Bengil yang terdiri dari tiga macam, yakni sate lilit, sate udang, dan sate ayam. Lumayan mengganjal perut saya yang sudah menyanyi karena menahan embusan angin kencang malam itu. Setelah puas menikmati suasana Bali di tengah hiruk-pikuk ibu kota, akhirnya bebek bengil singgah di meja kami. Satu porsi nasi dan sepotong bebek goreng yang terlihat sangat garing serta sambal. Ada dua macam sambal, yakni sambal matang berupa cabe merah serta sambal mentah berupa irisan cabe dan bawang. Ditambah sayuran berupa kacang panjang dan taoge dengan bumbu kelapa, di sini dikenal sebagai urap. Menggiurkan!

Tanpa basa-basi, kami pun langsung menyantap bebek bengil itu. "Emang garing banget, sampai ke tulangnya," ujar rekan saya, Wulan. Ditimpali rekan lain, Indri, menyebut sambal yang lebih enak adalah sambal mentah. Ya, apa yang dibilang oleh teman-teman saya memang benar. Bebek bengil berbeda dari bebek yang pernah saya makan sebelumnya. Lebih garing dan renyah. Aroma amis yang biasa tercium dari bebek sama sekali tak singgah di hidung. Namun, untuk ukuran bumbu Bali, menurut saya, masih kurang tajam di lidah. Rasa gurih dan rempah Bali tidak begitu menonjol dibandingkan dengan masakan Bali lain.

Makan malam kami ditutup dengan kue-kue nan legit. Seperti the original skin devil dark food cake, Italian tiramisu, dan carrot cake ala Bebek Bengil. Meski tak terlalu menohok di lidah, rasa bebek bengil cukup mengobati kerinduan pada menu Bali. Selain bebek bengil, beragam menu juga tersaji, seperti sup ayam, tom yam goong, nasi campur Bali, sajian laut panggang, atau dada ayam panggang. Nah, untuk mencicipinya, Anda kudu merogoh kocek sebesar Rp 73.000++ per satu porsi bebek bengil. Tentunya ada bonus suasana Bali dan menu yang dijamin halal.[S. IKA SARI]

Kesenian rawa-rawa

Pesta seni kalimantan barat berlangsung di lapangan pahlawan amuntai. 80 anak sekolah dasar membuka acara dengan tarian baingun itik, yang menggambarkan kesibukan bebek di rawa-rawa. (sr)

Dari http://www.tempointeraktif.com

IDAMAN menyelenggarakan satu pesta seni, akhirnya kesampaian juga di Kalimantan Selatan. "Sudah sejak tahun 60-an terkandung niat serupa ini, tapi selalu kandas dijegal Lekra", kata Drs Yustan Aziddin, Wakil Ketua Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kalsel. Itu sebabnya gerangan upacara pembukaan yang berlangsung di lapangan Taman Pahlawan Amuntai, 10 Pebruari lalu, lumayan juga meriahnya. Dalam buku acara direncanakan melepas sejumlah belibis ke udara. Apa lacur: akhirnya "pembaharuan dengan belibis" itu terpaksa diurungkan, diganti merpati dan balon-balon warna-warni sebagai biasa. Penggantian itu konon disebabkan orang kuatir jangan-jangan burung penghuni rawa itu malahan iseng merayani gelanggang dan tak mau terbang.

Sayang sebiji.

Sesaat pelepasan merpati dan balon, lapangan memang segera terisi oleh 80 anak-anak sekolah dasar yang berketopong karton itik. Mereka memainkan tarian Bangun Itik -- yang gerak-geriknya melambangkan kerja penggembala itik. Tarian ini diciptakan orang Amuntai, Kestaiari namanya. Gambaran pengangon bebek itu dimainkan kanak-kanak dengan luwes menirukan kesibukan bebek di rawa-rawa. Di akhir pergelaran tak diabaikan menampilkan kebiasaan kaum itik: bertelur. Dan di lapangan itu telur bergelindingan -- telur betul-betul -- dipungut dan dikumpul sang gembala ke dalam satu keanjang.

Pada giliran itik-itik itu naik ke tribune, satu-persatu mereka mencomot itu telur dari keranjang untuk disampaikan kepada para tetamu undangan yang mulia, tak terkecuali kebagian Aris Kartadipura Ketua DPRD propinsi Kalsel sementara Gubernur Subardjo tak hadir lantaran harus raker di Jakarta dan diwakili Drs Badrum Aran. Pembawa acara lantas mengomentari. "Telur yang dipersembahkan semuanya telah dimasak! Tak usah kuatir pecah dan kalau mau bisa disantap sekarang juga!". Tawaran protokol disambut rada kikuk oleh para tetamu -- mungkin juga sebab mereka teringat ungkapan "sayang anak", tapi sayangnya cuma sebiji. Orang-orang memang pada ketawa-ketawa kecil selama dimainkannya itu tarian Bangun ltik yang diiringi gesekan biola dan tabuhan gendang Kadir Umar dan kawan-kawan, membawakan lagu daerah Dundam Sayang.

Berkayuh sampan.

Pekan kesenian seKalimantan Selatan ini diikuti oleh 11 kontingen kotamadya plus kabupaten, dengan 389 peserta. Orang sana menyebut peristiwa ini aruh saniman alias pesta. Berapa biaya yang dihabiskan? "Rp 3 juta di luar biaya listrik" jawab Makkie BA, Humas Pemda Hulu Sungai Utara. Diperincinya: "Dari Gubernur via DKD Rp 500 ribu, selebihnya sumbangan masyarakat". Yang terbanyak dari sektor pelabuhan. "Per kwintal karet masuk kami minta Rp 100 atau Rp 1.000 per-ton". Sedang dari pengusaha kayu dan pemborong, menurut Makkie, "Yayang menyumbang Rp 250 ribu buat dibelikan lampu merkuri".

Dengan uang sebegitu, pesta seniman diselenggarakan dengan memperlombakan seni suara dan deklamasi. Tapi bagi penduduk setempat hiburan lain yang disajikan, seperti damarwulan, kuda gepang, mamana, japen dan madi hin nampaknya cukup menarik. TiaF malam orang-orang dari kawasan perbu kitan Awayan, Paringin, Lampihong, Juai, ramal-ramai turun ke Amuntai naik sepeda atau berkayuh sampan, atau pun jalan kaki. Pementasan sandiwara oleh Ajim Aryadi dari produksi DKD yang mengambil naskah Iwan Simatupang berjudul Taman -- menurut laporan Rahmat Marlim -- "kurang dapat dihayati penonton". (Begitu pula nasib drama arena Penggali Intan yang dibawakan kabupaten Tapin, karangan Kirjomulyo

Krung! Krung!

Di samping penampilan naskah dari Jakarta da Yogya itu disajikan pula buah tangan pengarang pribumi, yakni pribumi setempat -- seperti Ajim Aryadi yang mengetengahkan Alam Roh Kalimantan, Kurtubi dari Handangan menghidangkan Broncus yang konon minikata, Benawa dari Banjarbaru menyuguhkah naskahnya Haji Dulalim Yang Agung. Akan hal kontes tarik tenggorokan, di sini ajibka peserta pria maupun wanita menyanyikan lagu Ading Bastari dan Kakambang Habang Begitu pula untuk lagu-lagu pilihan diutamakan lagu-lagu daerah. Sehingga paling tidak selama pesta tersebut di Kalimantan Selatan nasib lagu-lagu pop yang merajai kawasan itu seperti Kolam Susu atau Hitam Manis, tergeser sebentar. Di sampan-sampan sepanjang Pariwara ataupun di mck (mandi-cuci-kakus) di Tangga Ulin lagu-lagu daerah setempat yang nyaris tepakan, kembali bergumam di bibir orang -- ini menurut Rahmat Marlim.

Maka Anang Adenansi pun Ketua DKD Kalsel, angkat bicara pada penutupan pesta tersebut 15 Pebruari. "Bumi seni Kalimantan Selatan tak benar gersang", serunya -- tentu saja. Bahkan sebelumnya Dirjen Kebudayaan Prof Gde Mantra yang sempat menyaksikan aruh saniman di Amuntai itu, memang sudah mengangguk-angguk kepada TEMPO: "Masyarakat daerah ini ternyata mampu memelihara kebudayaan daerah", ujarnya. Ini dikemukakannya sesaat setelah menyaksikan tari Gintur -- kesenian klasik di ujung Hulu Sungai Utara. Tarian ini diiringi bunyi-bunyian: "Krung! Krung!" yang keluar dari bambu plus kayu yang dihentak-hentakkan ke landasan kayu keras. Singkatnya, dengan pesta berseni-seni ini orang-orang pada gembira. Apa lagi karena peristiwa itu mewariskan tujuh lampu merkuri untuk penerangan kota.

Agar itik Cepat Bertelur

Penyinaran dengan lampu neon 3 jam setiap malam pada seekor itik bisa mempercepat pertumbuhannya serta bisa bertelur pada umur 4 bulan. hasil penelitian dr. tatang santanu adikara, dosen fkh unair.

Dari www.tempointeraktif.com

ITIK perlu listrik untuk cepat tumbuh menjadi dewasa. Dengan pencahayaan, neon selama tiga jam, setiap lepas petang, seekor anak itik bisa bertelur pada umur empat bulan. Lebih cepat empat bulan ketimbang teman-temannya yang tak pernah disentuh sinar neon.

Penyinaran neon tiga jam setiap malam itu bisa juga memacu pertumbuhan fisik anak itik. Dalam waktu dua bulan, anak itik umur seminggu berbobot 112 gram bisa dikatrol beratnya hingga mencapai 600 gram. Jauh lebih tinggi dibanding kawan-kawannya yang tanpa penyinaran, yang berat rata-ratanya 420 gram.

Soal pengaruh pencahayaan lampu neon terhadap itik ini telah diteliti oleh Dr. Tatang Santanu Adikara, dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unair, Surabaya. Hasil penelitian itu dikemukakan Tatang pada pertemuan ilmiah nasional Persatuan Ahli Anatomi Indonesia (PAAI), di Fakultas Kedokteran UI, Salemba, pekan ini.

Tatang sudah cukup lama menggauli itik. Dia pernah meneliti masalah daya tahan itik terhadap virus tetelo, untuk skripsinya di FKH Unair, 1978. Lantas disertasinya, dia mengangkat soal pengaruh cahaya terhadap kelenjar, alat, dan daya reproduksi itik.

Seusai mengambil gelar doktor di IPB 1986 Tatang kembali ke almamaternya untuk mengajar. Bebek tetap menjadi pilihannya untuk kegiatan riset pasca disertasinya.

Cahaya neon, menurut riset Tatang, ternyata berpengaruh terhadap manajemen hormonal pada itik. Secara teoretis, cahaya bisa memberikan rangsang pada retina mata. Lantas, saraf simpatis pada bebek itu akan meneruskannya ke otak.

Bagian otak yang tergerak oleh rangsang itu adalah kelenjar pinealis. Sebagai reaksinya, keleniar ItU akan mengurangl produksi hormon melatoninnya. Hormon bikinan kelenjar pinealis itu berperan dalam membatasi aktivitas produksi hormon pada kelenjar hipofise anterior. Padahal, kelenjar hipofiselah yang mengatur pertumbuhan dan pendewasaan pada sebuah individu.

Berkat cahaya ekstra itu, menurut riset Tatang, kadar melatonin dalam darah bisa menurun. Maka, faktor penghambat pertumbuhan dan pendewasaan bisa berkurang dominasinya. Tapi cahaya bohlam pijar listrik dan lampu minyak tak bisa memberikan manfaat yang sama. Respons retina itik khusus untuk cahaya putih, seperti sinar matahari atau neon.

Telur Asin Laris, Brebes Kekurangan Telur Bebek

Dari www.kompas.com, edisi Jumat, 5 September 2008 | 20:03 WIB

BREBES, JUMAT - Kebutuhan telur itik untuk bahan pembuatan telur asin di Kabupaten Brebes menjelang lebaran tahun ini, meningkat hingga tiga kali lipat bila dibandingkan hari-hari biasa. Meskipun demikian, produksi telur itik yang ada di sana, hanya mampu memenuhi sekitar 50 persen kebutuhan yang ada.

Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, Nono Setyawan, Jumat (5/9) mengatakan, penjualan telur asin selama musim lebaran selalu meningkat. Telur asin merupakan salah satu jenis makanan khas Brebes yang banyak diburu oleh pemudik.

Akibat meningkatnya penjualan telur asin, kebutuhan telur itik juga meningkat. Diperkirakan, kebutuhan telur itik selama bulan September ini mencapai 9 juta butir, atau naik tiga kali lipat bila dibandingkan hari-hari biasa. "Saat ini lonjakan permintaan telur itik sudah mulai terjadi, karena proses pengasinan membutuhkan waktu sedikitnya 10 hari," ujarnya.

Menurut Nono, tingginya kebutuhan telur itik belum diimbangi dengan tingginya produksi telur dari peternak. Rata-rata, produksi telur itik di Brebes hanya sekitar 4,88 juta butir per bulan. Telur itu diperoleh dari sekitar 325 orang orang peternak, yang t ersebar di sepanjang wilayah pantura, meliputi Kecamatan Brebes, Wanasari, Bulakamba, Tanjung, dan Losari.

Kekurangan telur itik di Brebes selama musim lebaran ini, diharapkan dapat dipenuhi dari produksi telur itik di wilayah Tegal, Pemalang, dan beberapa wilayah di Jawa Timur.

Nono mengakui, melonjaknya permintaan telur pada musim lebaran selalu terjadi setiap tahun. Meskipun demikian, antisipasi untuk meningkatkan produksi telur itik masih sulit dilakukan, karena populasi itik masih terbatas. Kepemilikan itik di masing-masing peternak juga masih sedikit.

"Rata-rata peningkatan jumlah peternak itik di Brebes hanya sekitar 10 persen per tahun. Sebenarnya, peluang peternakan itik masih terbuka lebar. Namun yang berminat hanya itu-itu saja," katanya.

Terkendala Modal

Ketua Kelompok Tani Ternak Itik (KTTI) Adem Ayem Desa Pakijangan, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Atmo Suwito Rasban mengatakan, menjelang lebaran, harga telur itik naik dari Rp 900 menjadi Rp 1.100 per butir, sedangkan harga telur asin naik dari Rp 1.600 menjadi Rp 2.000 per butir.

Meskipun demikian, peternak masih sulit menaikkan produksi karena terkendala modal. Mereka mampu membeli itik baru, namun tidak mampu membeli pakan. Terlebih saat ini, harga pakan itik yang terdiri dari bekatul, ikan, dan sayuran (kangkung atau bayam) san gat mahal. Harga bekatul Rp Rp 1.500 per kilogram, sedangkan harga ikan Rp 1.200 per kilogram.

"Saat ini kami masih sanggup mengimbangi harga pakan karena harga jual telur itik mahal. Seharusnya agar terjangkau oleh peternak, harga bekatul maksimal Rp 1.000 per kilogram," ujarnya. Hingga saat ini, rata-rata kepemilikan itik di masing-masing peterna k sekitar 750 hingga 1.000 ekor per orang. [Siwi Nurbiajanti]

Itik Panggang


Dari www.kompas.com, edisi Jumat, 17 Oktober 2008 | 18:07 WIB

Bahan:
1 ekor bebek, potong 4 bagian
1 sdt air jeruk nipis
1/2 sdt garam
1/2 sdt merica bubuk
2 sdm kecap manis
1 sdm minyak goreng

Bumbu halus:
12 btr bawang merah
5 siung bawang putih
1/2 sdt ketumbar
1/2 sdt jintan
2 cm jahe
1/2 sdt garam
1/4 sdt merica

Cara membuat:
1. Lumuri bebek dengan air jeruk nipis, garam, dan merica bubuk. Diamkan 20 menit.
2. Aduk rata bumbu halus, kecap manis, dan minyak goreng. Lumuri bebek dengan campuran bumbu. Diamkan 2 jam sambil ditusuk-tusuk.
3. Panggang bebek sambil dioles sisa bumbu sampai matang.

Untuk 4 porsi

Petani Cirebon Kembangkan Bebek Viking

Jumat, 15 Mei 2009 | 09:17 WIB

CIREBON, KOMPAS.com - Petani di Kabupaten Cirebon kini menggalakkan ternak bebek viking karena permintaan akan unggas tersebut cukup besar. "Permintaan bebek viking dari Jakarta sekitar 500 ekor per hari, tatapi petani baru bisa memenuhi 1.000/minggu," kata Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Cirebon Ali Effendi di Sumber, ibukota Kabupaten Cirebon, Jumat.

Menurut dia, pihaknya terus melakukan pembinaan agar petani bebek viking tidak lagi menjadikan unggas itu sebagai penghasilan tambahan, melainkan menjadi penghasilan pokok. Karena itu, para petani diberi penyuluhan bagaimana menjadi peternak bebek viking yang digemari restoran di Jakarta tersebut.

"Masalah pemasaran bebek viking sudah jelas. Karena itu bagaimana meningkatan produksi dan menjaga kelanjutan ternak tersebut," katanya. Dikatakannya, berat bebek viking dewasa bisa mencapai 2,6 kilogram per ekor dengan harga sekitar Rp 80 ribu.

Bebek tersebut sebenarnya lebih mudah diternakkan di Kabupaten Cirebon karena petani sudah biasa memelihara itik yang kini populasinya mencapai 30 ribu itik betina dewasa. "Hanya saja itik selain diambil dagingnya juga sangat produktif menghasilkan telur, sedangkan bebek viking khusus diproduksi dagingnya," katanya.

"Oleh karena nilai ekonomi itik viking tersebut cukup tinggi, maka diajurkan agar investor melakukan kerjasama dengan para petani sebagai produsen. Tujuannya agar petani lebih serius berternak bebek viking," tambahnya.

ABI
Sumber : Ant

Warung Bebek Marak, Peternak Kesulitan Bibit

Selasa, 12 Mei 2009 | 20:53 WIB

TEGAL, KOMPAS.com — Sejumlah peternak itik di Kota Tegal kesulitan mendapatkan, baik bibit itik atau day old duck (DOD) maupun itik bayah (itik berusia 5,5 bulan yang sudah siap bertelur). Hal tersebut akibat terbatasnya petani pembibit maupun penetas itik. Selain itu, permintaan DOD juga terus meningkat akibat meningkatnya permintaan itik pedaging oleh sejumlah rumah makan.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Ternak Itik Purwadiwangsa Kota Tegal Bambang Haryo Wicaksono, Selasa (12/5), mengatakan, sebenarnya saat ini para peternak itik di Tegal sudah mulai bangkit kembali. Mereka mulai memelihara bibit baru, setelah pada puncak musim penghujan lalu sebagian terpaksa menutup usaha untuk sementara.

Pada musim penghujan, produktivitas itik sangat rendah sehingga banyak peternak merugi. Dari 358 peternak yang tergabung dalam Gapoktan Ternak Itik Purwadiwangsa, saat itu sekitar 30 persen menghentikan usaha.

Memasuki musim kemarau, mereka mulai memelihara itik kembali, berupa DOD atau itik bayah. Namun, para peternak kesulitan mendapatkannya sehingga harus memesan sekitar satu bulan sebelumnya. "Penetas dan pembibit sangat minim, di Tegal tidak ada. Biasanya peternak mendapatkannya dari Pati, Cirebon, dan Indramayu," ujarnya.

Selain itu, harga DOD maupun itik bayah juga naik. Dalam satu bulan terakhir, harga DOD jantan naik dari Rp 2.000 menjadi Rp 3.000 per ekor, harga DOD betina naik dari Rp 3.500 menjadi Rp 5.000 per ekor, dan harga itik bayah naik dari Rp 32.000 menjadi Rp 37.000 per ekor.

Menurut Bambang, selain karena sedikitnya jumlah peternak pembibit, kondisi tersebut juga akibat tingginya permintaan DOD. Selain berasal dari peternak itik yang ditelurkan, permintaan juga berasal dari peternak yang sekadar memelihara itik untuk dijadikan itik pedaging. Biasanya, DOD yang dipelihara sebagai itik pedaging merupakan DOD jantan.

Bambang mengatakan, munculnya para peternak itik pedaging merupakan imbas tingginya permintaan daging itik dari sejumlah rumah makan. "Pasalnya sejak setahun lalu, banyak bermunculan rumah makan yang menyediakan olahan daging itik. Permintaan itik afkir (itik yang sudah tidak produktif) juga sangat banyak," katanya.

WIE

Ketupat Kandangan dan Lontong Orari



Bondan Winarno
Penulis adalah seorang pengelana yang telah mengunjungi berbagai tempat dan mencicipi makanan-makanan khas, dan akan masih terus melanjutkan pengembaraannya.
(Email : bondanw@gmail.com)


Dikutip dari harian Kompas, edisi Kamis, 3 Juli 2008 | 07:07 WIB

Sudah terlalu lama saya tidak berkunjung ke Banjarmasin. Entah kenapa, kota yang satu ini agak jarang masuk ke dalam layar radar saya. Kalau dulu saya selalu terpesona dengan berbagai hidangan itik (bebek) di kota ini, rupanya bebek-bebek yang sudah makin membebek di berbagai kota Nusantara sudah jauh meninggalkan kualitas masakan itik Banjarmasin yang masih “begitu-begitu” saja.

Mungkin sekali saya sudah terlanjur bias alias opinionated dalam hal ini. Bagi saya saat ini, hanya ada satu bebek yang top markotop. Tempatnya di Solo. Bebeknya mak nyuss. Sambalnya dahsyat. Semua bebek – mau tidak mau – terpaksa dipatok standarnya berdasarkan bebek Solo itu. Bebek Bukittinggi berada satu garis tipis di bawah bebek Solo ini. Semua yang lain lalu menjadi so-so.

Padahal, dulu Banjarmasin punya reputasi unggul dalam soal itik atau bebek. Di sekitar Amuntai, sekitar tiga jam perjalanan dari Banjarmasin, dikenal itik Alabio yang berbeda dari jenis bebek yang biasa kita dapati di Jawa.

Di masa lalu, saya bahkan pernah mendengar bahwa para peternak melakukan proses khusus untuk membuat daging itik Alabio ini lebih empuk ketika dimasak. Caranya? Bebek-bebek itu “ditanam” dalam lumpur sawah selama seminggu. Hanya leher dan kepalanya saja yang menyembul ke luar, sementara seluruh badannya terbenam di dalam lumpur yang agak padat, sehingga bebek tetap terjebak di dalamnya.

Setelah seminggu, bebek ini “dicabut” dari lumpur. Hampir semua bulunya sudah lepas, baru kemudian bebek dipotong. Hasilnya adalah bebek tanpa aroma anyir dan lebih empuk dagingnya. Cara yang “menyiksa” ini mirip dengan cara menghasilkan hati angsa yang lebih besar untuk diproses menjadi foie gras di Prancis.

Dari beberapa penjual masakan bebek di Banjarmasin saya mendapat informasi bahwa itik Alabio sekarang sudah tidak sebaik dulu mutunya. Dagingnya cenderung alot, sehingga sulit dimasak. Katanya, bebek yang sekarang kebanyakan dipakai untuk disajikan dagingnya adalah hasil persilangan antara itik Alabio dengan menthok. Bebek hasil persilangan ini disebut itik bekisar atau itik sarati.

Tetapi, sekalipun bebek Banjarmasin sudah tidak lagi memikat hati saya, ikan patin bakar dari Banjarmasin masih tetap juara dunia. Ini bukan jenis ikan patin yang sejak beberapa tahun terakhir ini populer di Jakarta dan kota-kota besar lainnya – yaitu hasil budidaya dari tambak. Ikan patin di Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, dan Palembang biasanya adalah patin sungai yang masih liar. Beratnya bisa mencapai 15-18 kilogram per ekor. Konon, patin Samarinda suka harum Lux, sehingga ikan ini biasa dipancing dengan sabun mandi ini. Di Banjarmasin lain lagi. Patinnya lebih suka sabun cuci Sunlight. Heran!

Dalam kunjungan ke Banjarmasin terakhir, saya bahkan merasa belum cukup puas makan ikan patin bakar, goreng, maupun kuah, sampai-sampai saya harus membawa pulang ke Jakarta seekor patin yang cukup besar. Udang galah dari sungai-sungai di sekitar Banjarmasin juga terkenal istimewa.

Namun, ada makanan sederhana yang justru sangat memukau saya di Banjarmasin. Makanan ini dikenal dengan nama Ketupat Kandangan. Kandangan adalah sebuah kota di Kalimantan Selatan. Kalau tidak salah, ini adalah daerah asal Hamzah Haz, mantan Wakil Presiden RI. He he, sudah lupa ‘kan bahwa kita pernah punya wakil presiden bernama Hamzah Haz yang kini tidak lagi terdengar namanya. Untungnya, dengan masakan ketupatnya, Kandangan tetap kondang di seluruh Nusantara.

Ketupat adalah makanan yang sangat umum dan dapat dijumpai di berbagai wilayah Nusantara dengan ciri khas masing-masing. Dari Sabang sampai Merauke, kita dapat menemukan berbagai hidangan ketupat dengan ciri-ciri kedaerahan yang khas. Dalam catatan saya, beberapa sajian ketupat yang paling saya sukai adalah: ketupat sayur di Banda Aceh; ketupat dengan sayur pakis di Sicincin, Sumatra Barat; ketupat sayur dengan lauk pindang bandeng di Kebayoran Lama, Jakarta; lontong kari di Bandung; lontong capgomeh di Semarang; ketupat dengan lauk rujak di Madura; tipat cantok di Bali; dan ketupat kandangan ini.

Ketupat kandangan disajikan hanya dengan guyuran kuah santan mirip opor, berwarna kekuningan, ditaburi bawang merah goreng. Cara makannya sangat khas. Sekalipun berkuah, ketupat ini justru harus disantap tanpa sendok, melainkan dengan tangan. Ketupatnya hanya dibelah dua ketika disajikan, lalu “dihancurkan” dengan tangan. Beras Banjarmasin memang tidak pulen seperti di Jawa. Ditanak sebagai nasi pun hasilnya seperti nasi pera yang tidak lengket satu sama lain. Ketika dimasak menjadi ketupat pun nasinya masih mudah tercerai-berai lagi. Setelah nasi ketupat itu “bubar jalan”, masing-masing akan menyerap kuah santan, sehingga mudah pula disuap dengan tangan. Sungguh, cara makan yang sangat unik.

Pendamping yang cocok untuk ketupat kandangan ini adalah ikan haruan goreng, atau ikan haruan masak habang (seperti bumbu bali atau bumbu balado). Ikan haruan mirip ikan gabus yang di Jawa sering disebut sebagai iwak kutuk, tetapi durinya tidak terlalu banyak. Ikan haruan Banjarmasin lebih mirip ikan gabus dari Danau Sentani di Papua Barat yang juga sedikit durinya, dan dagingnya lebih gurih.

Di sebuah warung ketupat kandangan di Banjarmasin, sajian pendampingnya termasuk sate telur ikan haruan, sate isi perut ikan haruan, dan telur rebus masak habang.

Dalam kunjungan terakhir ke Banjarmasin, saya menemukan satu lagi sajian lontong yang membuat saya langsung “jatuh cinta” dan terpaksa “bercerai” dengan ketupat kandangan.

Sajian yang menggetarkan ini dikenal warga Banjarmasin dengan nama Lontong Orari. Dulu, rumah yang sekarang dipakai untuk berjualan makanan ini adalah markasnya para aktivis radio amatir yang tergabung dalam ORARI (Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia). Seperti kita ketahui, para breakers ini selain gemar cuap-cuap di udara juga sering melakukan “copy darat” agar dapat saling bertemu muka. Kebetulan, tidak jauh dari tempat mereka berkumpul itu ada seorang penjual lontong yang sungguh enak.

Lama-kelamaan, penjual lontong itupun “diakuisisi” dan kini lontong lezat itu “go public” – tidak lagi hanya dapat dinikmati para breakers. Rumah besar itu selalu ramai oleh para pelanggan setianya.

Lontongnya berbentuk segitiga lebar dan pipih. Satu porsi full berisi dua lontong. Porsi ini benar-benar kelas berat. Saya saja tidak mampu menghabiskan satu lontong yang berukuran besar itu.

Seperti ketupat kandangan, lontongnya juga diguyur opor nangka muda. Warna kuahnya tidak sekuning ketupat kandangan, karena bumbunya memang tidak memakai kunyit. Cara makannya mirip dengan ketupat kandangan, yaitu memakai tangan – tidak memakai sendok.

Lauknya disajikan dalam piring terpisah – sebutir telur rebus dan ikan haruan goreng masak habang. Kuah lauk berwarna merah ini setelah bercampur dengan kuah putih lontong akan menghasilkan warna yang mengagumkan. Warna kuahnya langsung membuat saya teringat lontong capgomeh “Warung Air Mancur” di Semarang. Lontong Orari ini termasuk kategori mak nyuss! Sungguh memukau.

Satu catatan penting tentang kuliner Banjarmasin yang harus saya kemukakan di sini adalah kecenderungan citarasa manis yang berlebihan. Bahkan sayur asem yang seharusnya berasa asam, tetap harus tampil manis di Banjarmasin. Orang Banjar memang suka masakan manis. Sepedas apapun sambal yang ditampilkan, selalu ada tone manis yang muncul.

Bondan Winarno

Kamis, 19 November 2009

Menggiring Laba dari Hasil Selingkuh

Rabu, 23 Juli 2008 | 08:55 WIB [http://www.kompas.com]

Selingkuh ternyata bukan cuma monopoli manusia. Bebek betina dan entok jantan biasa melakukannya. Malah, perselingkuhan bebek dan entok ini sudah menelurkan anak bernama tiktok. Bagi Santoso, peternak bebek asal Depok, Jawa Barat, tiktok adalah sumber rezeki. "Saya mengawinkan itik betina dengan entok jantan. Orang lain biasanya melakukan kebalikannya," ujarnya.

Tubuh tiktok jauh lebih bongsor ketimbang bebek. Soal rasa, daging tiktok tak kalah dengan daging bebek. Kini Santoso benar-benar menikmati laba gurih dari berjualan daging tiktok.

Pria yang berternak unggas sejak 1985 menjelaskan bahwa berternak tiktok lebih murah ketimbang berternak bebek. Maklum, tubuh tiktok lebih cepat besar ketimbang bebek. Dengan begitu, ongkos merawat tiktok juga lebih sedikit.

Untuk membesarkan tiktok hingga mencapai berat 2 kg, Santosa mengaku hanya membutuhkan waktu satu setengah sampai dua bulan. "Kalau bebek biasa, setidaknya membutuhkan waktu empat hingga lima bulan," ujarnya.

Soal makanan, tiktok juga terbilang tidak rewel. Hewan ternak ini doyan makan apa saja, mulai dari dedak hingga limbah dapur. Cuma, Santoso memiliki ramuan khusus untuk makanan tiktok. Ada dua jenis bahan baku makanan tiktok ini. Pertama adalah dedak dan limbah roti. Harga dedak itu di pasar sekitar Rp 2.000 per kg. Sementara itu, untuk limbah roti, harga per kilogram Rp 5.000.

Sebagai gambaran, untuk membesarkan satu tiktok hingga layak dipotong butuh waktu sekitar dua bulan. Selama itu, satu tiktok bisa menghabiskan pakan sekitar 6 kg bahan campuran dedak dan roti. Saat ini Santosa memelihara setidaknya 500-600 tiktok. "Tiap bulan, saya menghabiskan 1,8 ton pakan," ujarnya.

Santosa mengaku tidak sulit mendapatkan bahan makanan bebek. Bahan ini tersedia di banyak toko penjual makanan ternak. Santoso juga mengatakan bahwa modal berbisnis ini tidaklah terlalu banyak. "Waktu tahun 1985 modal saya hanya Rp 1 juta," ujarnya.

Untuk mendapatkan tiktok tergolong mudah. Santoso mengungkapkan, hampir setiap hari ia mengawinkan beberapa pasang itik dan entok. Dari hasil persilangan itu Santoso bisa mendapatkan 30-50 butir telur.

Ia selanjutnya memasukkan telur dalam inkubasi sebagai media penetasan. Lama penetasan sebulan. Setelah menetas, bayi tiktok siap dibesarkan dan siap dipotong setelah berumur dua bulan.

Telur agak sensitif

Cuma, Santoso mewanti-wanti. Proses penetasan merupakan bagian yang sangat menentukan. Proses melakukan inkubasi, misalnya, harus dilakukan secara hati-hati. Sebab, telur-telur ini agak sensitif. "Bisa-bisa tidak jadi bebek atau pertumbuhannya lambat," ujar Santosa.

Untuk pemilihan induk yang akan dikawinkan, Santoso mempunyai itik sebanyak 300 ekor dan entok sebanyak 20 ekor. "Saya harus menyiapkan induk sebanyak itu. Kalau kurang, saya akan membeli itik atau entok lagi," ujarnya.

Saat ini Santoso bisa menghasilkan 100 ekor tiktok dewasa setiap hari. Cuma, ia belum bisa melayani pesanan tiktok dari restoran lain. Maklum, seluruh tiktok itu masih menjadi sumber pasokan bagi restoran miliknya. Di restoran ia menjual per ekor tiktok seharga Rp 60.000. "Saya mengambil untung Rp 10.000 per ekor," ujarnya.

Santosa mengaku memprioritaskan hasil silangan tiktok untuk memasok kebutuhan restorannya. Padahal, menurutnya, permintaan dari luar hasil ternak silangannya ini lumayan besar. "Saya sering didatangi restoran yang meminta saya memasok bebek ke mereka," ujarnya.

Kalau dijual di pasar, harga tiktok bisa seharga Rp 40.000-Rp 50.000 per ekor. Sayang, Santosa enggan blak-blakan soal berapa keuntungan bersih yang diraupnya dari bisnis anak persilangan itik dan entok itu.

Santoso mengklaim, protein daging tiktok lebih tinggi ketimbang bebek, sedangkan kolesterol tiktok lebih rendah dibandingkan dengan bebek biasa. "Saya sudah mengetes di laboratorium IPB dan ada sertifikatnya," ujarnya.

Santoso mengatakan, bisnis ternak bebek silangan ini masih mempunyai prospek bagus. Selain bisa menghasilkan puluhan juta per bulan, memelihara tiktok juga semudah memelihara bebek. Tiktok termasuk unggas yang bandel dan tahan banting. Tiktok juga relatif tahan terhadap virus flu burung. "Tinggal sediakan lahan saja, bebek itu akan hidup sendiri," ujarnya. (Lamgiat Siringoringo)

===============================

Peternakan Tiktok
Jalan KH M Usman Nomor 81A
Beji, Depok, Jawa Barat
Telepon: 0813-10792633

Sumber: KONTAN

Mencicipi Sate Menthok dari Tuban

Ervita - detikFood [www.detik.com]


Jakarta - Beberapa bulan lalu Ibu saya memberi selebaran ada Restaurant baru di daerah Bintaro Jaya, namanya Ronggolawe, menyediakan makanan khas Tuban, Jawa Timur. Menu utamanya memakai daging menthok. Menthok adalah unggas yang mirip itik atau bebek, dengan kaki dan leher yang lebih pendek. Hmm... rasanya seperti apa ya? Jadi penasaran nih!

Akhirnya jadilah saya, adik dan mama pergi ke sana untuk makan siang. Kebetulan juga bertepatan dengan acara menginap di rumah orang tua yang berada di daerah Bintaro. Rumah makannya menempati salah satu dari deretan ruko dekat Bintaro Jaya Plaza.

Sewaktu datang, suasana sepi, tidak ada pengunjung lain. Di tiap-tiap meja terdapat hiasan penjual legen dalam bentuk mini. Tidak menunggu lama, kami segera memesan menu sate menthok seharga Rp 20.000,00 dan becek menthok Rp 15.000,00. Untuk sayurnya dipesan sayur asem kuning Rp 3000,00.

Minumnya adik saya mencoba es legen, Rp 5000,00, sedang yang lain memesan minuman standar berupa es teh manis. Selain menu-meu tersebut ada menu lain seperti mentok goreng dan mentok bakar, dan berbagai macam menu ikan serta ayam.

Makanan datang agak lama. Pertama sayur asam datang lebih dulu, penampilannya beda dengan sayur asam pada umumnya, kuahnya kuning dan rasanya sedikit pedas. Isinya ada potongan wortel, kacang panjang dan beberapa potong udang. Rasanya? Hmm... bolehlah, tidak mengecewakan. Cukup segar untuk jadi teman makan sate menthok nanti.

Selanjutnya, sang becek menthok pun tiba. Becek menthok adalah daging menthok yang dimasak dengan kuah kuning nyaris seperti gulai. Rasanya gurih, tetapi sayang dagingnya agak alot. Sate menthok datang paling terakhir dengan sambal kecap, dan disertai hiasan terakhir potongan tomat, bawang merah dan cabai hijau.

Untuk rasa dagingnya sendiri mirip-mirip daging bebek, dan kali ini untuk daging menthok untuk sate lumayan empuk, beda dengan beceknya. Sedangkan untuk es legen, rasanya cukup unik, seperti air tape. Nah, buat yang penasaran ingin mencicipi rasa daging menthok bisa mampir rumah makan ini.

Rumah Makan Ronggolawe
Jl. Bintaro Utama 3A Ruko Victorian Blok C No 2
(Samping Sekolah Pembangunan Jaya), Bintaro
Telp: 021-7340416 ( dev / Odi )

Rabu, 18 November 2009

Meracik Laba dari Aneka Menu Bebek

KOMPAS.com - Saat ini menu bebek sudah tidak asing lagi di lidah kita. Orang sudah mampu mengolah daging bebek sehingga tidak alot dan berbau amis seperti dulu. Tak heran gerai-gerai yang menjajakan aneka jenis menu dari daging bebek terus bermunculan. Agar bisa menggaet banyak pembeli, tentu masing-masing menonjolkan keunikan olahannya.

Salah satu restoran yang mengaku berhasil menciptakan menu bebek yang diminati banyak orang adalah restoran bebek goreng Mbah Wongso asal Yogyakarta. Rumah makan ini menyajikan berbagai menu bebek. Ada bebek goreng, bebek bakar, rica-rica bebek, dan bebek penyet.

Menurut Suanto, keunggulan menu bebeknya terletak pada tekstur bebek yang garing tetapi lembut, dan tanpa bau amis. Ini berkat ramuan bumbu khas Mbah Wongso yang dipadu sambal kocek, khas racikan tangan Suanto.

Anto -panggilan akrabnya- memulai usaha ini tahun 2002 di Yogyakarta. Usaha lelaki asli Solo ini terus berkembang, hingga akhirnya ia punya empat cabang dan namanya di kenal di Solo dan sekitarnya. Anto yakin minat terhadap menu bebek akan terus meningkat. Namun ia juga masih terus giat melakukan promosi. Di antaranya lewat pameran, internet, maupun koran lokal.

Tahun 2008, Anto pun menawarkan waralaba. Sekarang dia sudah punya lima terwaralaba yang membuka gerai di Malang, Pekalongan, Kudus, dan Jakarta.

Modal Rp 102 juta
Anto menawarkan paket waralaba seharga Rp 102 juta untuk wilayah Jawa, dan seharga Rp 122 juta untuk di luar Jawa. Paket waralaba tersebut sudah mencakup fee waralaba (franchise fee) sebesar Rp 35 juta untuk lima tahun, semua peralatan produksi, pelatihan karyawan, stok bahan baku pertama, seragam karyawan, dan promosi. Paket investasi itu juga sudah termasuk renovasi tempat, namun tidak termasuk biaya sewa tempat.

Seperti kebanyakan waralaba lain, Anto juga mengharuskan terwaralaba membeli daging bebek dari pihaknya. Untuk lalapan dan bumbu lainnya, terwaralaba bisa membeli dari tempat lain.

Harga menu tergantung lokasi gerai. Untuk bebek goreng, misalnya, Anto mematok harga Rp 10.000 per porsi untuk Yogya, dan Rp 14.000 di Jakarta. Harga rica-rica bebek Rp 15.000 di Yogya, dan Rp 19.000 di Jakarta. Tetapi, Anto tidak memberlakukan harga mati. Terwaralaba bisa menentukan harga sendiri.

Menurut hitungan Anto, jika terwaralaba bisa menjual 100 porsi atau sekitar 25 ekor per hari, terwaralaba bisa meraup omzet Rp 1,5 juta per hari, atau Rp 35 juta - Rp 45 juta per bulan. Setelah dikurangi semua biaya, termasuk sewa tempat, terwaralaba akan balik modal antara 12 bulan-18 bulan.

Nani Astono, salah satu mitra Bebek Goreng Mbah Wongso yang membuka gerai di Yogyakarta sejak awal 2009, menyatakan tertarik menjadi terwaralaba karena Mbah Wongso menawarkan menu lebih variatif.

Nani bilang sejauh ini ia sudah mempunyai banyak penggemar. Dalam sehari setidaknya ia bisa menghabiskan 20 ekor bebek, dengan omzet rata-rata Rp 1 juta. Namun ia mengaku, tingkat keuntungan bersih yang ia peroleh hanya 15%. Karena itu, ia belum bisa balik modal dalam waktu dekat ini.

(Dupla Kartini/Kontan Online Weekend)