Jumat, 20 November 2009

Barack Obama, Bebek Sawah di Menteng Dalam


Kamis, 23 Oktober 2008 | 13:04 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Setiap menyaksikan Barack Obama di televisi, ingatan Djoemiati melenting ke masa yang jauh. Nenek 66 tahun yang tinggal di Menteng Dalam, Jakarta Pusat, itu ingat betul senator Illinois dari Partai Demokrat tersebut. Djoemiati tahu sang senator kini tengah berlaga merebut kursi kandidat Presiden Amerika Serikat. Dialah Barry Soetoro kecil yang tengil. ”Ya, itu dia, Barry. Kalau lari, dia mirip bebek sawah,” ucap Djoemiati terkekeh.

Barry nama panggilan Obama semasa bocah di Jakarta. Usianya baru enam tahun pada 40 tahun lalu saat dia bersama ibunya, Ann Dunham, dan ayah tirinya, Lolo Soetoro, tinggal bertetangga dengan Djoemiati. Coenraad Satjakoesoemah, kini 77 tahun, suami Djoemiati, menjual sebagian tanahnya di Jalan Kiai Haji Ramli 16 di kawasan Menteng Dalam kepada Lolo. Saat itu keluarga Lolo baru pindah dari Papua.

Segera saja Djoemiati terkesan saat berkenalan dengan Barry. Bocah berkulit hitam, berbadan gemuk, dan berambut ikal itu cepat bergaul dengan anak-anak sebayanya di kampung. Kendati belum bisa berbahasa Indonesia, dia mau diajak main apa saja. Petak umpet, gulat, tembak-tembakan, kasti, hingga sepak bola, Barry hayo saja. Barry paling senang berlari. Gaya larinya kerap menjadi bahan tertawaan warga Menteng Dalam. Mereka menyebut dia ”si Bebek Sawah”. ”Dia itu gemuk, jadi kalau lari lucu banget,” ujar Djoemiati kepada Tempo.

Keluarga Soetoro pindah ke Menteng Dalam dengan membawa pelbagai ornamen tradisional rumah Papua. ”Saya pertama kali tahu tombak Irian, ya, waktu main ke rumah Barry,” tutur Eddy Purwantoro, 51 tahun, tetangga sebelah Barry.

Lolo Soetoro juga membawa serta hewan peliharaan, seperti ular, biawak, kura-kura, kera, hingga beberapa jenis burung dari Papua. Hewan-hewan itulah yang kerap dipamerkan Barry kepada teman-temannya. Yunaldi Askiar, 45 tahun, tetangganya yang lain, bercerita, ia pernah marah ketika Barry membuatnya kaget saat menyodorkan kepala kura-kura ke wajahnya. Tapi amarah Yunaldi tak berlangsung lama. Tak sampai sebulan kemudian hewan itu lenyap lantaran rumah Lolo diterjang banjir.

Tak bisa memamerkan hewan peliharaan, Barry tak kehabisan akal. Teman sekelas Yunaldi di kelas I Sekolah Dasar Katolik Fransiskus Strada Asisi (sekarang Fransiskus Asisi), Menteng, itu menunjukkan beberapa koleksi pistol mainan. Johny Askiar, 50 tahun, kakak Yunaldi, pernah diberi sebuah pistol mainan oleh Barry.

Bagi Johny, tetangganya di ujung Jalan Ramli itu terhitung teman baik hati. Selain punya banyak pistol mainan yang mirip pistol asli, bocah kelahiran Hawaii, 4 Agustus 1961, itu punya spidol. ”Waktu itu hanya anak orang kaya yang memiliki spidol,” ujar Johny mengenang. Johny kini membuka usaha bengkel sepeda motor di Ciganjur, Jakarta Selatan.

Sepulang sekolah, Johny dan Yunaldi biasa mengundang Barry ke rumah mereka. Di rumah nomor 18 itu mereka bermain gulat atau petak umpet. ”Kalau dijaili, Barry suka berseru, cuang! Cuang!” Johny menirukan aksen cadel Barry saat menyebut kata curang.

Johny mengaku ia memang kerap menggoda Obama. Misalnya, menjitak kepala atau memain-mainkan rambut keriting Barry. ”Habis, gemas dengan rambutnya itu,” ujarnya. ”Lucunya lagi, kalau kehujanan, air tetap ngembeng di kepalanya.”

Keakraban Barry dan Johny-Yunaldi menular kepada orang tua mereka. Ann Dunham, yang masih menggendong Maya Cassandra Soetoro, adik Obama, selalu menjahitkan baju-bajunya kepada Eti Hayati, kakak Johny. Keluarga Askiar, yang berasal dari Padang, kerap mengundang makan keluarga Lolo. Sepulang sekolah, Barry bahkan biasa makan di rumah Johny. Makanan favorit Obama: rendang.

Dalam soal makan, terutama jika ada rendang atau roti cokelat, Barry amat lahap. Djoemiati mengisahkan, suatu hari, ketika Obama main ke tetangga, dia hampir menghabiskan kue tar yang hendak disuguhkan kepada tamu keluarga itu. Lantaran berang, pembantu rumah itu mengejar-ngejar Barry. ”Si Bebek Sawah” lari terbirit-birit sebelum bersembunyi di kolong tempat tidur.

Kata-kata curang, jangan ganggu, dan jangan begitu merupakan ungkapan bahasa Indonesia yang paling sering diucapkan Obama kecil. Israella Pareira Darmawan, 64 tahun, guru Barry sewaktu kelas I di sekolah Asisi, menyebutkan kosakata Indonesia Barry amat terbatas di bulan-bulan awal masuk sekolah. Baru pada bulan keempat dan kelima, Obama mulai bisa berbahasa Indonesia meski terbata-bata.

Nilai bahasa Indonesia Barry cuma 5. Tapi ia amat pandai matematika. Secara keseluruhan Obama masuk sepuluh besar. ”Dia anak cerdas, sabar, mudah bergaul,” kata Israella.

Ibu guru itu masih ingat, Obama suka membela teman-temannya yang bertubuh kecil. Ia kerap memeluk atau memegang tangan teman mainnya yang jatuh dan menangis. Bertubuh paling jangkung, Barry senang memimpin barisan. ”Kalau guru masih belum masuk kelas, dia akan melarang siapa pun masuk kelas lebih dulu,” ucap Israella.

Di Asisi, Obama bersekolah dari 1968 hingga 1970 awal. Selanjutnya ia pindah ke Sekolah Dasar 01 Besuki, Menteng (sekarang Sekolah Dasar Negeri Menteng 01, Jalan Besuki) saat kelas III. Barry bersekolah di Besuki cuma sampai akhir kelas IV. Dia kemudian melanjutkan pendidikan dasarnya di Hawaii, Amerika Serikat.

Kawan-kawan di sekolah dasar Besuki ini pada awal Maret lalu membentuk Obama Fans Club. Alumni sekolah tahun 1973 itu berkumpul di Sekolah Dasar Negeri Menteng 01 dan memberikan dukungan kepada sang kawan untuk terus melaju dalam pemilihan Presiden Amerika. Belakangan nama Obama Fans Club itu berganti menjadi Yayasan Besuki 73. ”Nama Fans Club kurang tepat. Barry kan teman kami,” kata Sonni Gondokusumo, pengusaha 47 tahun.

Sandra Sambuaga-Mongie, 47 tahun, mengenang Barry sebagai kawan yang mudah berteman dan tak gampang marah. Sementara itu, Widiyanto, karyawan Prima Cable Indo, tak pernah lupa pada tangan kidal Barry. Obama sering menunjukkan gambar-gambar tokoh superhero, seperti Batman dan Spiderman, hasil coretan tangan kidalnya. ”Ia juga ikut pramuka dan karate,” ujar Widiyanto.

Fotografer Rully Dasaad, 48 tahun, mengenang Obama sebagai kawan yang sama-sama hiperaktif. Barry dan Rully dikenal tak bisa diam dan kerap menebarkan bau apak keringat kepada kawan-kawan mereka setelah bermain kasti. ”Saya ingat waktu ikut pramuka, Barry pernah diikat oleh kakak kelas karena tak bisa diam,” ujarnya.

Rully juga merekam cerita tiga bulan pertama Obama bersekolah di sekolah dasar Besuki. Barry tak pernah mau menyanyi. Tapi, setelah itu dia senang menyanyikan lagu-lagu perjuangan Indonesia. Salah satu lagu kesukaannya: Maju Tak Gentar.

Apa cita-cita Obama kecil? Kawan-kawan Barry di sekolah Asisi ataupun sekolah Besuki berusaha memeras memori mereka, tapi tak berhasil mengail cerita ini. Hanya Bu Guru Israella yang segera teringat pelajaran mengarang di kelas III. Dengan tema ”Cita-citaku”, Barack Obama pernah menulis: ”Cita-citaku: presiden”.

Obama kecil adalah Obama yang punya kehidupan berwarna. Ia cerdas, mudah bergaul, melindungi teman-temannya, berusaha keras belajar bahasa Indonesia, senang menyanyi lagu perjuangan, menimba sendiri air sumur di rumahnya, dan suka mengenakan kain sarung pemberian ayah tirinya.

Media-media Amerika berusaha keras membongkar sisi spiritual Obama ini untuk menyerang sang calon presiden. Coenraad, misalnya, pernah berang ketika ucapannya tentang sekolah Obama dipelesetkan: dari Asisi menjadi Asisyiah. ”Padahal jauh berbeda. Asisi adalah sekolah Katolik,” ujarnya.

Eddy Purwantoro sering bermain bersama Barry di masjid. Juga, di saat bulan puasa keduanya biasa main-main di masjid. ”Barry sering pakai sarung untuk menutup mukanya. Kami bermain ninja-ninjaan,” Eddy menjelaskan. Tapi Eddy tak pernah melihat Barry menjalankan salat. Yang ia tahu, Barry penganut Nasrani. Yang memeluk Islam adalah ayah tirinya, Pak Lolo.

Kini Coenraad, para tetangga, teman-teman, dan guru Obama sangat berharap ”sang Bebek Sawah” yang mereka banggakan bisa menembus Gedung Putih. Jika itu terjadi, kata Coenraad, ”Dia adalah warga Menteng Dalam pertama yang jadi Presiden Amerika.”

[Yos Rizal Suriaji, Bayu Galih, Rafly Wibowo]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar